LAPORAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan
keadan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau
gejala lain akibat iskemia miokardium. Sindroma koroner akut terdiri atas
unstable angina pectoris (UAP)/ unstable angina (UA), acute myocardial
infarction (AMI) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), acute myocardial
infarction (AMI) tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Sindroma koroner akut
merupakan manifestasi klinis dari penyakit arteri koroner atau penyakit jantung
koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses
aterosklerosis, begitu pula SKA sebagai komplikasi akut aterosklerosis (Nawawi
et al., 206; Sheikh et al., 2012; Nurulita et al., 2011).
Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis
(Nawawi et al., 206). Proses inflamasi terjadi dalam setiap tahap pembentukan
plak aterosklerosis dan sangat mempengaruhi stabiltas plak. Makin tingi proses
inflamasi, makin tingi kemungkinan plak mengalami ruptur dengan komplikasi
berupa trombus dan emboli yang berakibat erjadinya nekrosis miokard. Pada
pasien infark miokard akut (IMA) terjadi pembentukan plak tidak stabil dan
mudah koyak yang sewaktu-waktu dapat ruptur membentuk trombus dan mengakibatkan
kematian mendadak (Homentar et al., 2009).
Inflamasi pembuluh darah telah mengalami
peningkatan sebelum terjadi ruptur plak. Pada SKA terjadi respon inflamasi
sistemik. Mediator inflamasi vaskuler menyediakan informasi diagnostik dan
prognostik pada pasien dengan SKA (Elabasi & Al-Noryani, 2006). Peningkatan
tanda inflamasi memprediksi luaran pasien dengan sindroma koroner akut,
terlepas dari kerusakan miokard (Lybi et al., 2002).
Penyebab SKA adalah plak koroner yang
aktif sehinga menimbulkan inflamasi dan thrombus (Zulrifqi et al., 2007). Telah
terbukti bahwa C - reactive protein (CRP) merangsang produksi faktor jaringan
oleh sel mononuklear yang berperan sebagainisiator utama pembekuan darah.
Bersama dengan fosfolipase A2, CRP dapat menyebabkan aktivasi komplemen dan mempromosikan
fagositosis sel yang rusak yang diaktifkan oleh neutrofil. C- reactive protein menandakan
sedang berlangsungnya aktivasi nflamasi yang mencirikan ketidakstabilan
penyakit arteri koroner dan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab
ketidakstabilan (Sheikh et al., 2012). Pada pasien SKA, konsentrasi CRP dalam
waktu 6 jam mulai timbulnya gejala mencerminkan proses inflamasi sebagai
mekanisme penyebab pecahnya plak yang menyebabkan peningkatan CRP dalam waktu
kurang dari 6 jam pada pasien SKA (Cavusoglu et al., 2010; Tomoda et al., 2000;
Sheikh et al., 2012). Tinginya kadar CRP berhubungan dengan aktifitas inflamasi,
perubahan aterosklerosis yang cepat dan prognosis yang jelek. Reaksi inflamasi berhubungan
juga dengan nekrosis otot jantung dan ini berperan untuk meningkatkan kadar CRP
(Zulrifqi et al., 2007).
B.
Pengertian
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard
akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan
kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan
keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan
manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung.
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis
miokard yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung
tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Menurut pedoman American
College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)
perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah
apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada
miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak
ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk
iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya
gelombang T yang negatif.
C.
Etiologi
Ustable Angina
Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat,
artritis, dan aorta Insufisiensi.
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya
angina pektoris tidak stabil :
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting
penyebab angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi
subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak
lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil
terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan
aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya
trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan
elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
b. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah
satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot
polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam
pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa
(foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan
dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi
agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor
sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan
koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak
stabil.
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting
pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh
darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.
d. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena
terjadinya poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel
otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan
iskemia.
e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital,
penyakit inflamasi sistemik.
D. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada
ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena
kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis
koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun
jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan
arteriosklerosis.Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan
oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung
yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak
darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami
kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi
iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya
produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang
reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos
berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen
karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum
menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan
lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke
koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi
ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina
pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan
menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan
demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.
E.
Klasifikasi
Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan
dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan
beratnya serangan angina dan keadaan klinik.
a.
Berdasarkan angina :
1)
Kelas I: angina yang
berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada
2)
Kelas II: angina pada
waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak ada serangan
angina dalam 48 jam terakhir
3)
Kelas III: adanya
serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik sekali atau
lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
b.
Keadaan klinis:
1)
Kelas A: angina tak
stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris
2)
Kelas B: angina tak
stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak
3)
Kelas C: angina yang
timbul setelah serangan infark jantung.
c.
Intensitas pengobatan:
1)
tak ada pengobatan atau
hanya mendapatkan pengobatan minimal
2)
timbul keluhan walaupun
telah mendapat terapi yang standar
3)
masih timbul serangan
angina walaupun telah diberikan pengobatan yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.
F.
Diagnosis
a.
Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa
angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri
dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul
pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.
b.
Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak
menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau
ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat
menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.
c.
Pemeriksaan Penunjang
1)
EKG
EKG
perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress
test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test adalah:
a)
menilai nyeri dada
apakah berasal dari jantung atau tidak
b)
menilai beratnya
penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama akan
c)
memberi hasil positif
kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat
berupa depresi segmen ST, depresi segmen STdisertai inversi gelombang T,
elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpaperubahan segmen ST dan
gelombang T. perubahan EKG pada ATS berdifat sementaradan masing-masing dapat
terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebutimbul di saat
serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhanangina
hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam
atauterjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
2)
Enzim LDH, CPK, dan CK-MB
Pada
ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak
melebihi50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive untuk
nekrosis ototmiokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini
menunjukkan pentingnyapemeriksaan kadar enzim secara serial untung
menyingkirkan adanya IMA.
G.
Penatalaksanaan
1.
Tindakan
Umum
Pasien
perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau
petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin.
2.
Terapi
Medika Mentosa
1)
Obat
anti-iskemia
a)
Nitrat
: dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek
mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan
kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan
vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam
keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual
atau infus intravena. Dosis
pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat
diganti dengan per oral.
Preparat
:
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm
5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b)
β-blocker :
dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut
jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti
propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta
antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi
koroner dan menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi
lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek
inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat
memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan
afterload memberikan keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom
koroner akut dengan faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
2)
Obat
anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam
pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga
gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin,
tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a)
Aspirin
: banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian
jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh
karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/
hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b)
Tiklopidin
: obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat kedua dalam
pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian
tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c)
Klopidogrel
: obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat agregasi
platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga
dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel
dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d)
Inhibitor
glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan
fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada
proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi
maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui
:
-
absiksimab
suatu antibodi mooklonal
-
eptifibatid suatu siklik heptapeptid
-
tirofiban
suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak
stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus
angina tak stabil.
3) Obat anti-trombin
a)
Unfractionated
Heparin
Heparin
ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda.
Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin
dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel
yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan
pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced
thrombocytopenia (HIT).
b)
Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan
depolimerisasi rantai plisakarida heparin. Dibandingkan dengan unfractionated
heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas
lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin,
enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian
mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan
laboratorium.
c)
Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara
teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan
bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
4)
Tindakan revaskularisasi pembuluh
koroner
Tindakan
revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat dan
refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left
main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri
yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada
satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi
tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik
invasif misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan
bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik. Dengan
PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui
kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung.
Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan.
Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas,
potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat
lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini.
Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri
mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar
tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi.
Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak
mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.
3.
Terapi Non Medika Mentosa
1)
Istirahat memungkinkan jantung memompa
lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat
(penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga
kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan
sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke
jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup
dan curah jantung.
2)
Terapi
oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
H. Pencegahan
a.
Perubahan
life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB, penyesuaian
diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b.
Mengobati
faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit
DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c.
Menghindari
bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan serangan
angina klasik pada seseorang.
d.
Memberikan
penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk meningkatkan
kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.
I.
Komplikasi
a.
Infark
miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir
terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati
setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini,
kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak
memenuhi kebutuhan energinya.
b.
Aritmia
: Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan
dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah
turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan
angina, gagal jantung.
c.
Gagal
Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung
disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat
terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi
akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar