Minggu, 01 Januari 2017

LP SINDROM KORONER AKUT (SKA)

LAPORAN PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan keadan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain akibat iskemia miokardium. Sindroma koroner akut terdiri atas unstable angina pectoris (UAP)/ unstable angina (UA), acute myocardial infarction (AMI) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), acute myocardial infarction (AMI) tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Sindroma koroner akut merupakan manifestasi klinis dari penyakit arteri koroner atau penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis, begitu pula SKA sebagai komplikasi akut aterosklerosis (Nawawi et al., 206; Sheikh et al., 2012; Nurulita et al., 2011).
Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis (Nawawi et al., 206). Proses inflamasi terjadi dalam setiap tahap pembentukan plak aterosklerosis dan sangat mempengaruhi stabiltas plak. Makin tingi proses inflamasi, makin tingi kemungkinan plak mengalami ruptur dengan komplikasi berupa trombus dan emboli yang berakibat erjadinya nekrosis miokard. Pada pasien infark miokard akut (IMA) terjadi pembentukan plak tidak stabil dan mudah koyak yang sewaktu-waktu dapat ruptur membentuk trombus dan mengakibatkan kematian mendadak (Homentar et al., 2009).
Inflamasi pembuluh darah telah mengalami peningkatan sebelum terjadi ruptur plak. Pada SKA terjadi respon inflamasi sistemik. Mediator inflamasi vaskuler menyediakan informasi diagnostik dan prognostik pada pasien dengan SKA (Elabasi & Al-Noryani, 2006). Peningkatan tanda inflamasi memprediksi luaran pasien dengan sindroma koroner akut, terlepas dari kerusakan miokard (Lybi et al., 2002).
Penyebab SKA adalah plak koroner yang aktif sehinga menimbulkan inflamasi dan thrombus (Zulrifqi et al., 2007). Telah terbukti bahwa C - reactive protein (CRP) merangsang produksi faktor jaringan oleh sel mononuklear yang berperan sebagainisiator utama pembekuan darah. Bersama dengan fosfolipase A2, CRP dapat menyebabkan aktivasi komplemen dan mempromosikan fagositosis sel yang rusak yang diaktifkan oleh neutrofil. C- reactive protein menandakan sedang berlangsungnya aktivasi nflamasi yang mencirikan ketidakstabilan penyakit arteri koroner dan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab ketidakstabilan (Sheikh et al., 2012). Pada pasien SKA, konsentrasi CRP dalam waktu 6 jam mulai timbulnya gejala mencerminkan proses inflamasi sebagai mekanisme penyebab pecahnya plak yang menyebabkan peningkatan CRP dalam waktu kurang dari 6 jam pada pasien SKA (Cavusoglu et al., 2010; Tomoda et al., 2000; Sheikh et al., 2012). Tinginya kadar CRP berhubungan dengan aktifitas inflamasi, perubahan aterosklerosis yang cepat dan prognosis yang jelek. Reaksi inflamasi berhubungan juga dengan nekrosis otot jantung dan ini berperan untuk meningkatkan kadar CRP (Zulrifqi et al., 2007).
B.       Pengertian
Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Menurut pedoman American College of Cardiology  (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.
C.      Etiologi
Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak stabil :
a.    Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.
b.    Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.
c.    Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
d.   Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.
e.    Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik.

D.      Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis.Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.
E.       Klasifikasi
Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.
a.    Berdasarkan angina :
1)   Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada
2)   Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir
3)   Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
b.    Keadaan klinis:
1)   Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris
2)   Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak
3)   Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
c.    Intensitas pengobatan:
1)   tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal
2)   timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar
3)   masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.
F.       Diagnosis
a.    Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.
b.    Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu serangan angina.
c.    Pemeriksaan Penunjang
1)   EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari stress test adalah:
a)    menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b)   menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama akan
c)    memberi hasil positif kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen STdisertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpaperubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG pada ATS berdifat sementaradan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebutimbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhanangina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atauterjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
2)   Enzim LDH, CPK, dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive untuk nekrosis ototmiokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnyapemeriksaan kadar enzim secara serial untung menyingkirkan adanya IMA.
G.      Penatalaksanaan
1.    Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
2.    Terapi Medika Mentosa
1)   Obat anti-iskemia
a)    Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
                            Nitrogliserin      :                   Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
                                                                           Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
                                                                           Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat    :           Isobit 5-10 mg tablet sublingual
                                                                           Isodil 5-10 mg tablet sublingual
                                                                          Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b)   β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c)    Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
-       golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
-       golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
2)   Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a)    Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72%  pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b)   Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c)    Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d)   Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
-       absiksimab suatu antibodi mooklonal
-       eptifibatid  suatu siklik heptapeptid
-       tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak stabil.
3)   Obat anti-trombin
a)    Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b)   Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c)    Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.  Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
4)   Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran  darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.


3.    Terapi Non Medika Mentosa
1)   Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2)   Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
H.      Pencegahan
a.    Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b.    Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c.    Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
d.   Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.
I.         Komplikasi
a.    Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
b.    Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
c.    Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar