Rabu, 17 Oktober 2012

ASKEP HEPATITIS B


Kasus 1
1.      Tn M, 38 tahun di rawat hari ke 2 di ruang penyakit dalam RS Syifa. Tn M datang dengan keluhan demam, mengeluh perut terasa begah dan nyeri abdomen kurang lebih 4 hari yang lalu. Saat pengkajian didapatkan S 38,7 0C, TD 110/80mmHg, FP 22X/mnt vesikuler, FN 80X/mnt. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan pada hati, sclera ikterik. Selain itu keluarga mengatakan urin tampak berwarna gelap dan feses berwarna hitam kemerahan. Pada pemeriksaan HbsAg, konsentrasi IgM, dan tingkat IgG meningkat.
Lingkup diskusi :

a.       Kemungkinan diagnosa pada kasus ini adalah?
b.      Jelaskan patofosiologi kasus di atas sampai munculnya gejala-gejala tersebut?
c.       Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada kasus diatas?
d.      Pemeriksaan penunjang apa saja yang sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi pasien tersebut?
e.       Sebutkan jenis obat-obatan yang digunakan untuik mengatasi masalah utama dan manfaat pada kasus ini?
f.       Bagaimana pengendalian dan pencegahan pada kasus di atas?
g.      Tuliskan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus di atas dan tuliskan 1 ranpra untuk diagnosa yang utama saja!

PEMBAHASAN
Dari hasil diskusi kami menyimpulkan bahwa diagnosa medisnya adalah Hepatitis B.
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebkan oleh virus ataupun non virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, serta seluler yang khas.


A.    Jenis hepatitis
1.      Hepatitis virus
Hepatitis virus adalah peradangan atau infeksi pada hati yang disebkan oleh virus hepatitis. Sampai saat ini sudah teridentifikasi 5 tipe hepatitis virus yang pasti yaitu :
1.      Hepatitis A
2.      Hepatitits B
3.      Hepatitits C
4.      Hepatitis D
5.      Hepatitis E

Perbandingan Berbagai Tipe Hepatitis Virus

Nama Sebelumnya
Hepatitis A
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D
Hepatitis E
Hepatitis INfeksiosa
Hepatitis Serum
Hepatitis non-A, non-B


Penyebab
Virus hepatitis A (HAV)
Virus hepatitis B (HBV)
Virus hepatitis C (HCV)
Virus hepatitis D (HDV)
Virus hepatitis E (HEV)
Cara penularan
Jalur fekal-oral:
Sanitasi yang jelek, kontak antar manusia, dibawa oleh air dan makanan
Parenteral atau lewat kontak dengan karier atau penderita infeksi akut;kontak seksual dan oral. Penularan perinatal dari kepada bayinya, ancaman kesehatan kerja yang penting bagi petugas kesehatan
Transfuse darah dan produk darah;terkena darah yang terkontaminasi lewat peralatan atau paravenalia obat
Sama seperti HDV. Antigen permukaan HBV diperlukan untuk replikasi pola penularan serupa dengan pola penularan hepatitis B
Jalur fekal-oral;kontak antar manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah
Inkubasi (hari)
15-49 hari
Rata-rata 30 hari
28-160 hari
Rata-rata 70-80 hari
15-160 hari
Rata-rata 50 hari
20-140 hari
Rata-rata 35 hari
15-65 hari
Rata-rata 42 hari
Imunitas
homologus
homologus
Serangan kedua dapat homologus menunjukkan imunitas yang rendah atau infeksi oleh agen laen
homologus
Tidak diketahui
Sifat sakit
Tanda dan gejala
Dapat terjadi dengan atau tanpa gejala;sakit mirip flu
Fase praikterik;sakit kepala, malaise, fatigue, anoreksia, febris.
Fase ikterik;urine yang bewarna gelap, gejala ikterus pada sclera dan kulit, nyeri tekan pada hati
Dapat terjadi tanpa gejala.
Dapat timbul artralgia, ruam.
Serupa dengan HBV:tidak begitu berat dan anikterik
Serupa dengan HBV.
Serupa dengan HAV. Sangat berat pada wanita yang hamil
 Hasil akhir
Biasanya ringan dengan pemulihan. Angka fatalitas: < 1%. Tidak terdapat status karier atau meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis atau kanker hati.
Dapat berat
Angka fatalitas: 1%-10%.
Status karier mungkin terjadi. Meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis dan kanker hati
Sering terjadi status karier yang kronis dan penyakit hati. Meningkatkan resiko kanker hati.
Serupa dengan HBV, tetapi kemungkinan status karier, hepatitis aktif yang kronis dan sirosis lebih besar
Serupa dengan HAV kecuali sangat berat pada wanita yang hamil.



2.      Hepatitis non virus
      Hepatitis non virus merupakan bentuk peradangan hati yang bukan disebabkan oleh virus. Penyakit ini terutama disebabkan oleh bahan-bahan kimia dan obat-obatan yang dapat mengiritasi, meracuni, dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati sehingga disebut juga dengan toksik hepatitis. Berikut ini contoh beberapa hepatitis non virus.
1.      Hepatitis karena obat-obatan dan zat kimia (drug induced hepatitis)
Beberapa zat kimia seperti karbon tetraklorida, trikloroetilena, dan vinilklorida yang biasa digunakan sebagai bahan produk pembersih rumah tangga jika terminum dapat meracuni dan merusak jaringan hati. Berikut ini beberapa jenis obat-obatan yang sering menyebabkan komplikasi gangguan hati:
·         Kelebihan dosis paracetamol, aspirin, Tylenol (obat-obatan asetaminofen), dapat meracuni dan merusak jaringan hati (bersifat hepatotoksik).
·         Jenis obat penenang, seperti klorpromazin dapat menyebabkan sakit kuning dan mengganggu aliran empedu sehingga kulit berwarna kuning.
·         Halotan yang merupakan obat bius (anestesi). Jika sering digunakan dapat menyebabkan peradangan pada hati.
·         Isonoazid merupakan obat untuk TBC paru yang dapat menyebabkan hepatitis pada 1% pasien.
·         Ketoconazol (obat anti jamur) yang bisa menyebabkan hepatitis.
·         Rifampin dan notrofurantoin yang merupakan obat antibiotic yang dapat menimbulkan hepatitis.
·         Kadang kontrasepsi oral dapat menyebabkan sakit kuning.
2.      Hepatitis karena alkohol (hepatitis alkoholik)
Kebiasaan minum alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan-jaringan vital dalam hati. Kandungan lemak akan semakin tertimbun dalam sel-sel hati sehingga menyebabkan perlemakan dan perbesaran hati. Selanjutnya, hati dapat mengalami peradangan serta terkumpulnya protein dan sel darah putih yang disebut dengan hepatitis alkoholik. Keadaan tersebut dapat berkembang menjadi serosis hati yang menimbulkan kerusakan permanen pada sel hati. Alkohol dapat menimbulkan kondisi akut maupun kronis pada liver. Serangan akut dapat menyebabkan kondisi parah seperti kerusakan sel darah (hemolisis), sedangkan kondisi kronis bida berkembang menjadi serosis.
3.      Hepatitis karena bakteri, cacing, atau protozoa
Infeksi mikroorganisme, seperti bakteri leptospira dapat ditularkan melalui air kencing tikus yang menjadi penyebab penyakit leptospirosis. Leptospirosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir hidung atau kulit yang terluka dan kadang melalui pencernaan dari makanan yang terkontaminasi air seni tikus, anjing, kucing, atau kuda yang mengandung leptospira. Bakteri tersebut banyak terdapat di dalam darah, hati, dan limpa penderita. Penyakit tersebut dapat menimbulkan keluhan seperti demam, muntah-muntah, selaput bening mata kemerahan, hatio dan limpa membengkak, dan kulit menguning.
Infeksi clonorchis sinensis, yaitu sejenis cacing pita yang hidup sebagai parasit dalam hati dapat menyebabkan gangguan hati. Tanda atau gejalanya yaitu hati membengkak, diare, dan sakit kuning. Selin itu juga infeksi pada hati dapat disebabkan oleh protozoa, seperti entamoeba histolytika yang menimbulkan penyakit hati yang disebut amebiasis hati atau abes hati amoeba. Penyakit tersebut menyebabkan pembengkakan hati dan nyeri di daerah hati.
4.      Hepatitis autoimunitas
Merupakan penyakit yang berhubungan dengan system kekebalan tubuh yang menyerang jaringan tubuh sendiri dan menimbulkan kerusakan hati. Hepatitis autoimunitas lebih sering dijumpai pada wanita (sekitar 70%) dengan rentang usia 15-40 tahun dan sering berhubungan dengan penyakit lain. Penyakit ini sangat serius, umumnya bersifat kronis, serta bisa berlanjut menjadi serosis dan menyebabkan gagal hati.
5.      Hepatitis karena jamur beracun
Bahan makanan yang ditumbuhi jamur Aspergillus flavus menghasilkan toksin jamur, seperti aflatoksin yang bersifat hepatotoksik. Bahan makanan yang biasanya tercemar aflatoksin ada kacang tanah yang tengik, oncom, atau jamur.

B.     Sejarah Hepatitis B
Hepatitis B pertama kali dikenal dengan istilah Penyakit kuning” dan sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu yaitu sejak abad 5 SM di Babilonia. Kemudian Hipocrates seorang tabib Yunani Kuno (460-375 SM), yang menemukan bahwa penyakit kuning ini menular sehingga ia menamakan penyakit tersebut sebagai icterus infectiosa.17 Sifat menular dari penyakit ini telah diketahui pada abad 8 M, ketika Paus Zacharias menganjurkan suatu tindakan untuk mencegah penularan lebih lanjut yaitu dengan melakukan isolasi terhadap penderita.
Penyakit kuning yaitu hepatitis virus yang dikenal sebagai Water Viral Hepatitis tercatat sebagai wabah untuk pertama kali pada tahun 1895 di Inggris, kemudian timbul di Skandinavia pada tahun 1916 dan tahun 1944, lalu di New Delhi tahun 1955. Pada tahun 1963 jenis hepatitis ini dikenal dengan Hepatitis Serum yaitu hepatitis yang penularannya melalui darah dengan masa tunas 2-6 bulan. Pada tahun 1965 virus hepatitis B (VHB) ditemukan pertama kali oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya Dr. Barbara Werner. Mereka mendeteksi adanya suatu antigen dalam darah seorang warga Suku Aborigin Australia penderita hemophilia. Antigen ini kemudian dinamakan australian antigen. Sekarang lebih dikenal nama antigen permukaan VHB (HBsAg) karena terdapat dipermukaan VHB. Atas jasanya tersebut beliau mendapat hadiah nobel untuk bidang kedokteran pada tahun 1976.
C.    Etiologi
·         virus hepatitis (A, B, C, D, dan E)
·         alkohol
·         toksik atau obat-obatan
·         bakteri, cacing, atau protozoa
·         autoimunitas
·         jamur beracun
D.    Gejala klinis
1.      Hepatitis B Akut
Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul sebagai akibat dari proses peradangan pada hati yaitu :
1.      Masa Inkubasi
Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi dan saat timbulnya gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya masa inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.
2.      Fase Prodromal
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan perubahan warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.
3.      Fase Ikterus
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.
4.      Fase Penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan, walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus dirasakan, hepatomegali dan rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21 minggu.
2.      Hepatitis B Kronis
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga (3) fase penting yaitu :
1.      Fase Imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
2.      Fase Imunoaktif (Fase clearance)
Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi Alanine Amino Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3.      Fase Residual
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif dan anti HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.
Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1.      Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif
Pada penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai terbentuknya anti HBe. Sekitar 80% kasus pengidap ini berhasil serokonversi anti HBe positif, 10% gagal serokonversi namun ALT dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10% tetap berlanjut menjadi hepatitis B kronik aktif.
2.      Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif Prognosis pada pengidap ini umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA yang selalu normal. Pada penderita dengan VHB DNA yang dapat dideteksi diperlukan perhatian khusus oleh karena mereka berisiko menderita kanker hati.
3.      Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas. Kemajuan pemeriksaan yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya HBV DNA pada penderita dengan HBsAg negatif, namun anti HBc positif.
HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B.
HBsAg dapat ditemukan baik pada penyakit hepatitis B akut maupun kronis. Pada kasus akut, HBsAg akan menghilang dalam waktu 6 bulan atau kurang. Sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan terus menerus ditemukan dalam darah lebih dari 6 bulan. Sekitar 97% orang dewasa muda yang terkena infeksi hepatitis B hanya mengalami fase akut, kemudian sembuh sendiri. Sisanya, terus berlanjut menjadi hepatitis kronis.
Lawan dari HBsAg adalah anti-HBS (hepatitis B surface antibody), yaitu antibodi yang dibentuk tubuh akibat rangsangan protein HBsAg. Gunanya untuk membantu melenyapkan virus hepatitis B. Pada orang yang hanya mengalami infeksi akut, dalam darahnya ditemukan anti-HBS. Kasus seperti ini juga disebut serokonversi anti-HBsAg. Berbeda halnya dengan mereka yang berlanjut ke hepatitis kronis, biasanya tidak ditemukan anti-HBS.
Ada dua jenis infeksi kronis hepatitis B, yaitu infeksi 'tenang' dan infeksi aktif. Pada infeksi tenang, virus hepatitis B bersembunyi dalam sel hati atau sel lainnya. Virus tidak memperbanyak diri atau kalaupun memperbanyak diri, jumlahnya sangat sedikit. Karena itu, dalam keadaan infeksi tenang, penderita tidak menularkan penyakitnya ke orang lain. Sebaliknya, pada infeksi aktif, virus aktif memperbanyak diri dan ditemukan dalam jumlah cukup besar di dalam darah. Pada tipe infeksi ini, penularan ke orang lain dapat terjadi. Di kedua jenis infeksi kronis ini, nilai HBsAg ditemukan positif. Untuk membedakannya harus dilakukan pemeriksaan protein virus lainnya yaitu HBeAg (hepatitis B e-antigen). Protein ini hanya ditemukan jika virus aktif bereplikasi (infeksi aktif).
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
HBsAg negatif: orang yang diperiksa belum pernah terpapar virus hepatitis B atau pernah terpapar tetapi hanya mengalami infeksi akut dan virus telah dilenyapkan. HBsAg positif: penderita sedang mengalami infeksi tetapi tidak diketahui apakah dapat menularkan ke orang lain atau tidak.
Anti-HBs positif: penderita mempunyai kekebalan terhadap infeksi hepatitis B, diperoleh dari vaksinasi atau infeksi yang sembuh sebelumnya. HBeAg positif: virus aktif memperbanyak diri dan penderita dapat menularkan virus hepatitis B ke orang lain.
HBeAg negatif : virus sedang tenang dan tidak aktif bereplikasi, penderita tidak dapat menularkan virus ke orang lain. Tetapi sebagai catatan, beberapa galur virus hepatitis B tidak memproduksi protein HBeAg walaupun sedang aktif memperbanyak diri. 
F.     Hepatitis B berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi seperti berikut:
       Radang hati yang kronik (Chronic hepatitis)
       Cirrhosis hati (Liver cirrhosis)
       Kegagalan fungsi hati (Liver failure)
       Barah hati
       Hepatoma
       kanker hati (Carcinoma hepatis).

G.    Pemeriksaan penunjang B (akut)
Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan virus hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen – HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi – anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV).
Bila kita tidak pernah terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap HBV, kita tidak membutuhkan  tes tambahan. Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut, sebaiknya kita tes ulang setelah enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan kekebalan yang dibutuhkan. Bila kita hepatitis B kronis, kita membutuhkan tes tambahan.
Adapun tesnya meliputi:
1.      HBeAg dan Anti-HBe:
HBeAg adalah antigen sampul hepatitis B, dan anti-Hbe adalah antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat terdeteksi dalam darah, ini berarti bahwa virus masih aktif dalam hati (dan dapat ditularkan pada orang lain). Bila HBeAg adalah negatif dan anti-HBe positif, umumnya ini berarti virus tidak aktif. Namun hal ini tidak selalu benar. Beberapa orang dengan hepatitis B kronis terinfeksi dengan apa yang disebut sebagai “precore mutant” (semacam mutasi) HBV. Hal ini dapat menyebabkan HBeAg tetap negatif dan anti-HBe menjadi positif, walaupun virus tetap aktif dalam hati.
2.      Viral Load HBV:
Tes viral load, yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah, dapat mengetahui apakah HBV menggandakan diri dalam hati. Viral load HBV di atas 100.000 menunjukkan bahwa virus aktif dan mempunyai potensi besar untuk menyebabkan kerusakan pada hati. Bila viral load di atas 100.000 terutama jika enzim hati juga tinggi, sebaiknya pengobatan dipertimbangkan. Bila viral load di bawah 100.000, terutama jika HBeAg negatif dan anti-HBe positif, menunjukkan bahwa virus dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, walaupun begitu, virus masih dapat menular pada orang lain.
3.      Tes Enzim Hati:
Tingkat enzim hati – yang disebut SGPT dan SGOT (atau ALT dan AST di daerah lain) – diukur dengan tes enzim hati, yang sering disebut sebagai tes fungsi hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi semestinya, dan mungkin ada risiko kerusakan permanen pada hati. Selama infeksi hepatitis B akut, tingkat enzim hati dapat tinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan masalah jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis, enzim ini, terutama SGPT, dapat menjadi lebih tinggi, secara berkala atau terus-menerus, dan hal ini menunjukkan risiko kerusakan hati jangka panjang. ). Pemeriksaan SGPT lebih spesifik untuk mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT dalam hati lebih banyak daripada SGOT. Kejadian hepatitis akut ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT 10-20 kali dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT dan SGOT normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis kronis kadar SGPT meningkat 5-10 kali dari normal.

H.    Pemeriksaan Laboratorium
Menurut WHO (1994) untuk mendeteksi virus hepatitis digolongkan dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay (RIA), Enzim Linked Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah metode Elisa. Metode Elisa digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel.
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah. Penderita hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar bilirubin, kadar alkaline fosfat.

I.       Pengobatan hepatitis B akut
Virus selalu membutuhkan sel inang (sel hati manusia)untuk bereplikasi. Hal ini disebabkan karena virus tidak dapat bereplikasi sendiri. Proses replikasi virus terjadi dalam beberapa tahap antara lain penetrasi (masuk) kedala sel inang, tahap pengupasan selubung virus, tahap sintesis DNA virus, tahap replikasi, dan tahap pengeluaran dari sel inang dalam bentuk virus baru yang siap menginfeksi sel-selsehat lainnya. Anti virus bekerja menghambat salah satu tahapan tersebut, tergantung jenis antivirusnya. Antivirus yang diberikan antara lain interferon, lamivudin, adepovir dipivoksil.
a.       Interferon
Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Berdasarkan studi meta analisis yang melibatkan 875 pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg positif: serokonversi HBeAg terjadi pada 18%, penurunan HBV DNA terjadi pada 37% dan normalisasi ALT terjadi pada 23%. Salah satu kekurangan interferon adalah efek samping dan pemberian secara injeksi. Dosis interferon 5-10 juta MU 3 kali / minggu selama 16 minggu.
b.      Lamivudin
Lamivudin merupakan antivirus melalui efek peng-hambatan transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi
c.       Adepovir
Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate (dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 10 mg/hari oral paling tidak selama satu tahun.
Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515 pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir 10mg dan 30mg selama 48 minggu dibandingkan plasebo.
Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik secara signifikan (p<0,001) dalam hal : respon histologi, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan penurunan kadar HBV DNA. Keamanan adefovir 10 mg sama dengan plasebo. Hadziyanmis et al memberikan adefovir pada penderita hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif. Pada pasien yang mendapatkan 10 mg adefovir terjadi penurunan HBV DNA secara bermakna dibandingkan plasebo, namun efikasinya menghilang pada evaluasi minggu ke 48. Pada kelompok yang medapatkan adefovir selama 144 minggu efikasinya dapat dipertahankan dengan resistensi sebesar 5,9%. Kelebihan adefovir dibandingkan lamivudin, di samping risiko resistennya lebih kecil juga adefovir dapat menekan YMDD mutant yang resisten terhadap lamivudin.

J.      Pengendalian dan Pencegahan
1.      memutuskan rantai penularan.
a.       Skrining yang kontinyu akan adanya HBsAG terhadap donor darah akan mengurangi lebih lanjut resiko penualaran melalui transfusi darah.
b.      Penggunaan spuit, jarum suntik serta lanset sakali pakai dan mengenalkan system pemberian infuse tanpa jarum menurunkan resiko penyebaran penyakit tersebut.
c.       Praktek-praktek hygiene perorangan yang baik.
d.      Dalam ruang laboratorium klinik, tempat kerja harus didesinfeksi setiap hari.
e.       Sarung tangan harus dikenakan ketika menangani semua sampel darah dan cairan tubuh selain spesimen HBsAG yang positif.
f.       Larangan makan serta merokok dalam ruangan laboratorium atau tempat yang terkena secret darah atau produk darah pasien.
2.      melindungi individu yang beresiko tinggi melalui imunisasi aktif vaksin hepatitis B.
proteksi yang dihasilkan oleh vaksin hepatitis B dapat berlangsung selama 5 hingga 7 tahun; pemeriksaan kadar anti-HBs dianjurkan dilakukan setiap tahun untuk menentukan apakah diperlukan imunisasi ulang atau booster.
3.      imunisasi pasif bagi individu yang tidak terlindung namun terpajan virus hepatitis B.
indikasi khusus untuk vaksinasi pasca-pajanan dengan HBIG (hepatitis B immuneglobulin) mencakup:
a.       pajanan atau kontak yang tidak disengaja dengan darah HBsAg positif melalui jalur transmukosa (terkena darah di membrane mukosa) atau perkutan(tertusuk jarum suntik yang tercemar darah).
b.      Hubungan seksual dengan individu yang positif HBsAg.
c.       Pajanan perinatal.
Imunisasi segera dengan HBIG, yaitu dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari setel;ah terpajan hepatitis B, akan meningkatkna kemungkinan proteksi. Iminusi aktif maupun pasif direkomendasikan untuk individu yang terpajan HBV lewat hubungan seksual atau lewat jalur transmukosa atau perkutan.
K.    Individu yang beresiko
·         Tenaga kesehatan yang sering terpajan darah, produk darah, atau cairan tubuh lainnya.
·         Pasien hemodialisis
·         Pria homoseksual atau biseksual yang aktif melakukan hubungan seksual.
·         Pemakai obat-obatan intravena.
·         Individu yang melakukan kontak seksual dengan karier HBV.
·         Individu yang berpergian ke daerah yang kondisi sanitasinya buruk.
·         Heteroseksual dengan pasangan seksual lebih dari satu.
·         Penerima produk darah.(mis;konsentrat factor pembeku darah).

L.     Pencegahan penularan Hepatitis B
Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit Hepatitis B adalah pemberian vaksin terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang berada didaerah rentan banyak kasus Hepatitis B.
Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :
1.      Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan
2.      Specifik Protection, perlindungan secara khusus
3.      Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit, serta pemberian pengobatan yang tepat
4.      Usaha membatasi cacat
5.      Usaha rehabilitasi
Dalam upaya pencegahan infeksi Virus Hepatitis B, sesuai pendapat Effendi dilakukan dengan menggabungkan antara pencegahan penularan dan pencegahan penyakit.

M.   Diagnosa keperawatan:
1.      Nyeri akut b.d kerusakan jaringan hepar ditandai dengan klien mengeluh nyeri abdomen kurang lebih 4 hari yang lalu, ditemukan pembengkakan hati saat pemeriksaan fisik
2.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum ditandai dengan klien mengeluh lemah, enggan untuk bergerak
3.      Hipertermi b.d proses inflamasi ditandai dengan klien mengeluh demam, suhu 38,70 C
Rencana keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1
Nyeri akut b.d pembengkakan hati ditandai dengan klien mengeluh nyeri abdomen kurang lebih 4 hari yang lalu, ditemukan pembengkakan hati saat pemeriksaan fisik

Tujuan:
Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam nyeri berkurang
KH:
-          Tidak ada keluhan nyeri
-          Ekspresi wajah ceria
-          Tanda – tanda vital dalam batas normal menit P : 16-20x/ menit S : 36 – 370 C
Mandiri:
1.      Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik , beratnya (skala nyeri), selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat

2.      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler


3.      Berikan aktivitas hiburan






4.      Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri misal tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi

Kolaborasi:
1.      Berikan analgesik sesuai indikasi
-          Berguna untuk pengawasan  keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis

-          Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang

-          Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping

-          Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa control






-          Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi
2
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum ditandai dengan klien mengeluh lemah, enggan untuk bergerak

Tujuan:
Toleransi aktivitas setelah dilakukan askep selama
KH:
Klien mampu menunjukkan perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas, melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Mandiri:
1.      Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang: batasi pengunjung sesuai keperluan


2.      Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik



3.      Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi,bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/ aktif

4.      Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati


Kolaborasi:
1.      Berikan antidote atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi


2.      Berikan obat sesuai indikasi: sedative, agen antiansietas, contoh diazepam (valium), lorazepam (ativan)

3.      Awasi kadar enzim hati

-          Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.

-          Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan

-          Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan





-          Menunjukkan kurangnya resolusi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, mengganti program terapi


-          Membuang agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan jaringan

-          Membantu dalam menejemen kebutuhan tidur







-          Membantu menentukan kadar aktivitas tepat, sebagai peningkatan premature pada potensial resiko berulang.
3
Hipertermi b.d proses inflamasi ditandai dengan klien mengeluh demam, suhu 38,70 C

Tujuan:
Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam suhu tubuh normal 370 C
KH:
Suhu 370 C, demam hilang
Mandiri:
1.      Kaji adanya keluahan tanda – tanda peningkatan suhu tubuh

2.      Monitor tanda – tanda vital terutama suhu tubuh





3.      Berikan kompres hangat pada aksila/ dahi
-          Peningkatan suhu tubuh akan menujukkan berbagai gejala seperti badan teraba hangat.

-          Demam disebabkan efek – efek dari endotoksin pada hipotalamus dan efinefrin yang melepaskan pirogen

-          Akxila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga akan mempercepat proses konduksi dan dahi berada didekat hipotalamus sehingga cepat memberikan respon dalam
mengatur suhu tubuh.


DAFTAR PUSTAKA
Wijayakusuma Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal, cetakan I, Jakarta: Pustaka Bunda

Brunner & suddarth.2002. Buku Keperawatan Medikal Bedah vol.2, Ed 8 cetakan 1. Jakarta:EGC.

Doenges, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
http://www.scribd.com/doc/15786032/Askep-Klien-dengan-Hepatitis diakses tanggal 8 November 2011 pukul 8.32 WIB

1 komentar:

  1. Nama saya Rebecca dan sudah 2 bulan sejak dr. Iyabiye menyelamatkan saya dari hepatitis kronis b. Saya menderita penyakit itu untuk waktu yang lama, perut saya bengkak dan sakit di sekujur tubuh. Saya memanggilnya dan dia memberi saya obatnya dan setelah saya minum obat, saya sembuh. Saya di sini untuk mengucapkan terima kasih dan memberi tahu orang-orang bahwa hepatitis dapat disembuhkan. Hubungi dia di: iyabiyehealinghome@gmail.com Hubungi/whtsapp: +2348072229413

    BalasHapus