Kasus 1
1.
Tn
M, 38 tahun di rawat hari ke 2 di ruang penyakit dalam RS Syifa. Tn M datang
dengan keluhan demam, mengeluh perut terasa begah dan nyeri abdomen kurang
lebih 4 hari yang lalu. Saat pengkajian didapatkan S 38,7 0C, TD 110/80mmHg, FP
22X/mnt vesikuler, FN 80X/mnt. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan
pada hati, sclera ikterik. Selain itu keluarga mengatakan urin tampak berwarna
gelap dan feses berwarna hitam kemerahan. Pada pemeriksaan HbsAg, konsentrasi
IgM, dan tingkat IgG meningkat.
Lingkup diskusi :
a.
Kemungkinan
diagnosa pada kasus ini adalah?
b.
Jelaskan
patofosiologi kasus di atas sampai munculnya gejala-gejala tersebut?
c.
Komplikasi
apa saja yang dapat terjadi pada kasus diatas?
d.
Pemeriksaan
penunjang apa saja yang sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi pasien tersebut?
e.
Sebutkan
jenis obat-obatan yang digunakan untuik mengatasi masalah utama dan manfaat
pada kasus ini?
f.
Bagaimana
pengendalian dan pencegahan pada kasus di atas?
g.
Tuliskan
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus di atas dan tuliskan 1
ranpra untuk diagnosa yang utama saja!
PEMBAHASAN
Dari hasil diskusi kami menyimpulkan bahwa diagnosa medisnya adalah
Hepatitis B.
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebkan oleh virus ataupun non
virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan
kumpulan perubahan klinis, serta seluler yang khas.
A.
Jenis hepatitis
1.
Hepatitis
virus
Hepatitis virus adalah peradangan atau infeksi pada hati yang
disebkan oleh virus hepatitis. Sampai saat ini sudah teridentifikasi 5 tipe
hepatitis virus yang pasti yaitu :
1.
Hepatitis
A
2.
Hepatitits
B
3.
Hepatitits
C
4.
Hepatitis
D
5.
Hepatitis
E
Perbandingan Berbagai Tipe Hepatitis
Virus
Nama Sebelumnya
|
Hepatitis A
|
Hepatitis B
|
Hepatitis C
|
Hepatitis D
|
Hepatitis E
|
Hepatitis INfeksiosa
|
Hepatitis Serum
|
Hepatitis non-A, non-B
|
|
|
|
Penyebab
|
Virus hepatitis A (HAV)
|
Virus hepatitis B (HBV)
|
Virus hepatitis C (HCV)
|
Virus hepatitis D (HDV)
|
Virus hepatitis E (HEV)
|
Cara penularan
|
Jalur fekal-oral:
Sanitasi yang jelek, kontak antar manusia, dibawa oleh air dan
makanan
|
Parenteral atau lewat kontak dengan karier atau penderita infeksi
akut;kontak seksual dan oral. Penularan perinatal dari kepada bayinya,
ancaman kesehatan kerja yang penting bagi petugas kesehatan
|
Transfuse darah dan produk darah;terkena darah yang terkontaminasi
lewat peralatan atau paravenalia obat
|
Sama seperti HDV. Antigen permukaan HBV diperlukan untuk
replikasi pola penularan serupa dengan pola penularan hepatitis B
|
Jalur fekal-oral;kontak antar manusia dimungkinkan meskipun
resikonya rendah
|
Inkubasi (hari)
|
15-49 hari
Rata-rata 30 hari
|
28-160 hari
Rata-rata 70-80 hari
|
15-160 hari
Rata-rata 50 hari
|
20-140 hari
Rata-rata 35 hari
|
15-65 hari
Rata-rata 42 hari
|
Imunitas
|
homologus
|
homologus
|
Serangan kedua dapat homologus menunjukkan imunitas yang rendah atau
infeksi oleh agen laen
|
homologus
|
Tidak diketahui
|
Sifat sakit
Tanda dan gejala
|
Dapat terjadi dengan atau tanpa gejala;sakit mirip flu
Fase praikterik;sakit kepala, malaise, fatigue, anoreksia,
febris.
Fase ikterik;urine yang bewarna gelap, gejala ikterus pada sclera
dan kulit, nyeri tekan pada hati
|
Dapat terjadi tanpa gejala.
Dapat timbul artralgia, ruam.
|
Serupa dengan HBV:tidak begitu berat dan anikterik
|
Serupa dengan HBV.
|
Serupa dengan HAV. Sangat berat pada wanita yang hamil
|
Hasil akhir
|
Biasanya ringan dengan pemulihan. Angka fatalitas: < 1%. Tidak
terdapat status karier atau meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis
atau kanker hati.
|
Dapat berat
Angka fatalitas: 1%-10%.
Status karier mungkin terjadi. Meningkatnya resiko hepatitis kronis,
sirosis dan kanker hati
|
Sering terjadi status karier yang kronis dan penyakit hati.
Meningkatkan resiko kanker hati.
|
Serupa dengan HBV, tetapi kemungkinan status karier, hepatitis
aktif yang kronis dan sirosis lebih besar
|
Serupa dengan HAV kecuali sangat berat pada wanita yang hamil.
|
2.
Hepatitis
non virus
Hepatitis non virus
merupakan bentuk peradangan hati yang bukan disebabkan oleh virus. Penyakit ini
terutama disebabkan oleh bahan-bahan kimia dan obat-obatan yang dapat
mengiritasi, meracuni, dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati sehingga
disebut juga dengan toksik hepatitis. Berikut ini contoh beberapa hepatitis non
virus.
1.
Hepatitis
karena obat-obatan dan zat kimia (drug induced hepatitis)
Beberapa
zat kimia seperti karbon tetraklorida, trikloroetilena, dan vinilklorida yang
biasa digunakan sebagai bahan produk pembersih rumah tangga jika terminum dapat
meracuni dan merusak jaringan hati. Berikut ini beberapa jenis obat-obatan yang
sering menyebabkan komplikasi gangguan hati:
·
Kelebihan
dosis paracetamol, aspirin, Tylenol (obat-obatan asetaminofen), dapat meracuni
dan merusak jaringan hati (bersifat hepatotoksik).
·
Jenis
obat penenang, seperti klorpromazin dapat menyebabkan sakit kuning dan
mengganggu aliran empedu sehingga kulit berwarna kuning.
·
Halotan
yang merupakan obat bius (anestesi). Jika sering digunakan dapat menyebabkan
peradangan pada hati.
·
Isonoazid
merupakan obat untuk TBC paru yang dapat menyebabkan hepatitis pada 1% pasien.
·
Ketoconazol
(obat anti jamur) yang bisa menyebabkan hepatitis.
·
Rifampin
dan notrofurantoin yang merupakan obat antibiotic yang dapat menimbulkan
hepatitis.
·
Kadang
kontrasepsi oral dapat menyebabkan sakit kuning.
2.
Hepatitis
karena alkohol (hepatitis alkoholik)
Kebiasaan
minum alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan-jaringan vital dalam hati. Kandungan lemak akan semakin tertimbun
dalam sel-sel hati sehingga menyebabkan perlemakan dan perbesaran hati.
Selanjutnya, hati dapat mengalami peradangan serta terkumpulnya protein dan sel
darah putih yang disebut dengan hepatitis alkoholik. Keadaan tersebut dapat
berkembang menjadi serosis hati yang menimbulkan kerusakan permanen pada sel
hati. Alkohol dapat menimbulkan kondisi akut maupun kronis pada liver. Serangan
akut dapat menyebabkan kondisi parah seperti kerusakan sel darah (hemolisis),
sedangkan kondisi kronis bida berkembang menjadi serosis.
3.
Hepatitis
karena bakteri, cacing, atau protozoa
Infeksi
mikroorganisme, seperti bakteri leptospira dapat ditularkan melalui air kencing
tikus yang menjadi penyebab penyakit leptospirosis. Leptospirosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui selaput lendir hidung atau kulit yang terluka dan
kadang melalui pencernaan dari makanan yang terkontaminasi air seni tikus,
anjing, kucing, atau kuda yang mengandung leptospira. Bakteri tersebut banyak
terdapat di dalam darah, hati, dan limpa penderita. Penyakit tersebut dapat
menimbulkan keluhan seperti demam, muntah-muntah, selaput bening mata
kemerahan, hatio dan limpa membengkak, dan kulit menguning.
Infeksi
clonorchis sinensis, yaitu sejenis cacing pita yang hidup sebagai parasit dalam
hati dapat menyebabkan gangguan hati. Tanda atau gejalanya yaitu hati
membengkak, diare, dan sakit kuning. Selin itu juga infeksi pada hati dapat
disebabkan oleh protozoa, seperti entamoeba histolytika yang menimbulkan
penyakit hati yang disebut amebiasis hati atau abes hati amoeba. Penyakit
tersebut menyebabkan pembengkakan hati dan nyeri di daerah hati.
4.
Hepatitis
autoimunitas
Merupakan
penyakit yang berhubungan dengan system kekebalan tubuh yang menyerang jaringan
tubuh sendiri dan menimbulkan kerusakan hati. Hepatitis autoimunitas lebih
sering dijumpai pada wanita (sekitar 70%) dengan rentang usia 15-40 tahun dan
sering berhubungan dengan penyakit lain. Penyakit ini sangat serius, umumnya
bersifat kronis, serta bisa berlanjut menjadi serosis dan menyebabkan gagal
hati.
5.
Hepatitis
karena jamur beracun
Bahan
makanan yang ditumbuhi jamur Aspergillus flavus menghasilkan toksin jamur,
seperti aflatoksin yang bersifat hepatotoksik. Bahan makanan yang biasanya
tercemar aflatoksin ada kacang tanah yang tengik, oncom, atau jamur.
B.
Sejarah Hepatitis B
Hepatitis B pertama kali dikenal dengan istilah “Penyakit
kuning” dan sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu yaitu sejak abad 5 SM di
Babilonia. Kemudian Hipocrates seorang tabib Yunani Kuno (460-375 SM), yang
menemukan bahwa penyakit kuning ini menular sehingga ia menamakan penyakit
tersebut sebagai icterus infectiosa.17 Sifat menular dari penyakit ini
telah diketahui pada abad 8 M, ketika Paus Zacharias menganjurkan suatu
tindakan untuk mencegah penularan lebih lanjut yaitu dengan melakukan isolasi
terhadap penderita.
Penyakit kuning yaitu hepatitis virus yang dikenal sebagai Water
Viral Hepatitis tercatat sebagai wabah untuk pertama kali pada tahun 1895
di Inggris, kemudian timbul di Skandinavia pada tahun 1916 dan tahun 1944, lalu
di New Delhi tahun 1955. Pada tahun 1963 jenis hepatitis ini dikenal dengan
Hepatitis Serum yaitu hepatitis yang penularannya melalui darah dengan masa
tunas 2-6 bulan. Pada tahun 1965 virus hepatitis B (VHB) ditemukan pertama kali
oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya Dr. Barbara Werner. Mereka
mendeteksi adanya suatu antigen dalam darah seorang warga Suku Aborigin
Australia penderita hemophilia. Antigen ini kemudian dinamakan australian
antigen. Sekarang lebih dikenal nama antigen permukaan VHB (HBsAg) karena
terdapat dipermukaan VHB. Atas jasanya tersebut beliau mendapat hadiah nobel
untuk bidang kedokteran pada tahun 1976.
C.
Etiologi
·
virus
hepatitis (A, B, C, D, dan E)
·
alkohol
·
toksik
atau obat-obatan
·
bakteri,
cacing, atau protozoa
·
autoimunitas
·
jamur
beracun
D.
Gejala klinis
1.
Hepatitis
B Akut
Perjalanan hepatitis B akut terjadi
dalam empat (4) tahap yang timbul sebagai akibat dari proses peradangan pada
hati yaitu :
1.
Masa
Inkubasi
Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi
dan saat timbulnya gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75
hari. Panjangnya masa inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan
dan jalur penularan, makin besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa
inkubasi.
2.
Fase
Prodromal
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise,
rasa lemas, lelah, anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan pada indera
perasa dan penciuman, panas yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot,
rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan perubahan warna urine menjadi cokelat,
dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase prodromal ini
berlangsung antara 3-14 hari.
3.
Fase
Ikterus
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara
berangsur akan berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus
berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus,
sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama berlangsungnya ikterus dapat berkisar
antara 1-6 minggu.
4.
Fase
Penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan
keluhan-keluhan, walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus
dirasakan, hepatomegali dan rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan
lamanya berkisar antara 2-21 minggu.
2.
Hepatitis
B Kronis
Hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul
keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga
(3) fase penting yaitu :
1.
Fase Imunotoleransi
Pada
masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh toleren terhadap VHB
sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi, tetapi tidak terjadi peradangan
hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada dalam fase replikatif dengan titer
HBsAg yang sangat tinggi.
2.
Fase Imunoaktif (Fase clearance)
Pada
sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari
kenaikan konsentrasi Alanine Amino Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien
sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3.
Fase Residual
Pada
fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat
menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang
berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif
dan anti HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.
Penderita
infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1.
Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif
Pada
penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan
ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai terbentuknya
anti HBe. Sekitar 80% kasus pengidap ini berhasil serokonversi anti HBe
positif, 10% gagal serokonversi namun ALT dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10%
tetap berlanjut menjadi hepatitis B kronik aktif.
2.
Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif
Prognosis pada pengidap ini umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA
yang selalu normal. Pada penderita dengan VHB DNA yang dapat dideteksi
diperlukan perhatian khusus oleh karena mereka berisiko menderita kanker hati.
3.
Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa
dengan jelas. Kemajuan pemeriksaan yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya
HBV DNA pada penderita dengan HBsAg negatif, namun anti HBc positif.
HBsAg (hepatitis B surface antigen)
adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis B yang sedang menginfeksi
tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan sebagai penanda atau marker
terjadinya infeksi hepatitis B.
HBsAg dapat ditemukan baik pada penyakit
hepatitis B akut maupun kronis. Pada kasus akut, HBsAg akan menghilang dalam
waktu 6 bulan atau kurang. Sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan terus
menerus ditemukan dalam darah lebih dari 6 bulan. Sekitar 97% orang dewasa muda
yang terkena infeksi hepatitis B hanya mengalami fase akut, kemudian sembuh
sendiri. Sisanya, terus berlanjut menjadi hepatitis kronis.
Lawan dari HBsAg adalah anti-HBS (hepatitis
B surface antibody), yaitu antibodi yang dibentuk tubuh akibat rangsangan
protein HBsAg. Gunanya untuk membantu melenyapkan virus hepatitis B. Pada orang
yang hanya mengalami infeksi akut, dalam darahnya ditemukan anti-HBS. Kasus
seperti ini juga disebut serokonversi anti-HBsAg. Berbeda halnya dengan mereka
yang berlanjut ke hepatitis kronis, biasanya tidak ditemukan anti-HBS.
Ada dua jenis infeksi kronis hepatitis B, yaitu
infeksi 'tenang' dan infeksi aktif. Pada infeksi tenang, virus hepatitis B
bersembunyi dalam sel hati atau sel lainnya. Virus tidak memperbanyak diri atau
kalaupun memperbanyak diri, jumlahnya sangat sedikit. Karena itu, dalam keadaan
infeksi tenang, penderita tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.
Sebaliknya, pada infeksi aktif, virus aktif memperbanyak diri dan ditemukan
dalam jumlah cukup besar di dalam darah. Pada tipe infeksi ini, penularan ke
orang lain dapat terjadi. Di kedua jenis infeksi kronis ini, nilai HBsAg
ditemukan positif. Untuk membedakannya harus dilakukan pemeriksaan protein
virus lainnya yaitu HBeAg (hepatitis B e-antigen). Protein ini hanya ditemukan
jika virus aktif bereplikasi (infeksi aktif).
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
HBsAg negatif: orang yang diperiksa belum pernah terpapar
virus hepatitis B atau pernah terpapar tetapi hanya mengalami infeksi akut dan
virus telah dilenyapkan. HBsAg positif: penderita sedang mengalami
infeksi tetapi tidak diketahui apakah dapat menularkan ke orang lain atau
tidak.
Anti-HBs positif: penderita
mempunyai kekebalan terhadap infeksi hepatitis B, diperoleh dari vaksinasi atau
infeksi yang sembuh sebelumnya. HBeAg positif: virus aktif memperbanyak
diri dan penderita dapat menularkan virus hepatitis B ke orang lain.
HBeAg negatif : virus sedang tenang dan tidak aktif
bereplikasi, penderita tidak dapat menularkan virus ke orang lain. Tetapi
sebagai catatan, beberapa galur virus hepatitis B tidak memproduksi protein
HBeAg walaupun sedang aktif memperbanyak diri.
F.
Hepatitis B berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi seperti
berikut:
•
Radang
hati yang kronik (Chronic hepatitis)
•
Cirrhosis
hati (Liver cirrhosis)
•
Kegagalan
fungsi hati (Liver failure)
•
Barah
hati
•
Hepatoma
•
kanker hati (Carcinoma hepatis).
G.
Pemeriksaan penunjang B (akut)
Hepatitis
B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan virus hepatitis B)
tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi
terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen
– HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi
– anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi
terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV).
Bila kita tidak pernah terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap
HBV, kita tidak membutuhkan tes
tambahan. Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut,
sebaiknya kita tes ulang setelah enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan
kekebalan yang dibutuhkan. Bila kita hepatitis B kronis, kita membutuhkan tes
tambahan.
Adapun tesnya
meliputi:
1.
HBeAg
dan Anti-HBe:
HBeAg adalah antigen sampul hepatitis B, dan anti-Hbe adalah
antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat
terdeteksi dalam darah, ini berarti bahwa virus masih aktif dalam hati (dan
dapat ditularkan pada orang lain). Bila HBeAg adalah negatif dan anti-HBe
positif, umumnya ini berarti virus tidak aktif. Namun hal ini tidak selalu
benar. Beberapa orang dengan hepatitis B kronis terinfeksi dengan apa yang disebut
sebagai “precore mutant” (semacam mutasi) HBV. Hal ini dapat menyebabkan
HBeAg tetap negatif dan anti-HBe menjadi positif, walaupun virus tetap aktif
dalam hati.
2.
Viral
Load HBV:
Tes viral load, yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk
mengukur jumlah virus HIV dalam darah, dapat mengetahui apakah HBV menggandakan
diri dalam hati. Viral load HBV di atas 100.000 menunjukkan bahwa virus
aktif dan mempunyai potensi besar untuk menyebabkan kerusakan pada hati. Bila viral
load di atas 100.000 terutama jika enzim hati juga tinggi, sebaiknya
pengobatan dipertimbangkan. Bila viral load di bawah 100.000, terutama
jika HBeAg negatif dan anti-HBe positif, menunjukkan bahwa virus dikendalikan
oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, walaupun begitu, virus masih dapat menular
pada orang lain.
3.
Tes
Enzim Hati:
Tingkat enzim hati – yang disebut SGPT dan SGOT (atau ALT dan AST
di daerah lain) – diukur dengan tes enzim hati, yang sering disebut sebagai tes
fungsi hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan bahwa hati tidak
berfungsi semestinya, dan mungkin ada risiko kerusakan permanen pada hati.
Selama infeksi hepatitis B akut, tingkat enzim hati dapat tinggi untuk
sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan masalah jangka panjang pada hati.
Pada hepatitis B kronis, enzim ini, terutama SGPT, dapat menjadi lebih tinggi,
secara berkala atau terus-menerus, dan hal ini menunjukkan risiko kerusakan
hati jangka panjang. ). Pemeriksaan SGPT lebih spesifik untuk mengetahui
kelainan hati karena jumlah SGPT dalam hati lebih banyak daripada SGOT.
Kejadian hepatitis akut ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT 10-20 kali
dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT dan SGOT normal adalah
< 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis kronis kadar SGPT meningkat 5-10 kali
dari normal.
H.
Pemeriksaan
Laboratorium
Menurut WHO (1994) untuk mendeteksi
virus hepatitis digolongkan dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay
(RIA), Enzim Linked Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi mempunyai
sensitifitas yang tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan
adalah metode Elisa. Metode Elisa digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan
pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa
organik yang dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel.
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim
dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian
permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel,
keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam mengetahui kadar enzim tersebut
dalam darah. Penderita hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar bilirubin,
kadar alkaline fosfat.
I.
Pengobatan hepatitis B akut
Virus selalu membutuhkan sel inang (sel hati manusia)untuk
bereplikasi. Hal ini disebabkan karena virus tidak dapat bereplikasi sendiri.
Proses replikasi virus terjadi dalam beberapa tahap antara lain penetrasi
(masuk) kedala sel inang, tahap pengupasan selubung virus, tahap sintesis DNA
virus, tahap replikasi, dan tahap pengeluaran dari sel inang dalam bentuk virus
baru yang siap menginfeksi sel-selsehat lainnya. Anti virus bekerja menghambat
salah satu tahapan tersebut, tergantung jenis antivirusnya. Antivirus yang
diberikan antara lain interferon, lamivudin, adepovir dipivoksil.
a.
Interferon
Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung tetapi
merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat
antivirus. Berdasarkan studi meta analisis yang melibatkan 875 pasien hepatitis
B kronis dengan HBeAg positif: serokonversi HBeAg terjadi pada 18%, penurunan
HBV DNA terjadi pada 37% dan normalisasi ALT terjadi pada 23%. Salah satu
kekurangan interferon adalah efek samping dan pemberian secara injeksi. Dosis
interferon 5-10 juta MU 3 kali / minggu selama 16 minggu.
b.
Lamivudin
Lamivudin merupakan antivirus melalui efek
peng-hambatan transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. Pemberian
lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT,
serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna
dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa
resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu
tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap
lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia,
resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin,
menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi
c.
Adepovir
Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine
monophosphate (dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai
anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara kerjanya adalah dengan menghambat
amplifikasi dari cccDNA virus. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah
10 mg/hari oral paling tidak selama satu tahun.
Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515
pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg positif yang diterapi dengan adefovir
10mg dan 30mg selama 48 minggu dibandingkan plasebo.
Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik
secara signifikan (p<0,001) dalam hal : respon histologi, normalisasi ALT,
serokonversi HBeAg dan penurunan kadar HBV DNA. Keamanan adefovir 10 mg sama
dengan plasebo. Hadziyanmis et al memberikan adefovir pada penderita hepatitis
B kronis dengan HBeAg negatif. Pada pasien yang mendapatkan 10 mg adefovir
terjadi penurunan HBV DNA secara bermakna dibandingkan plasebo, namun
efikasinya menghilang pada evaluasi minggu ke 48. Pada kelompok yang medapatkan
adefovir selama 144 minggu efikasinya dapat dipertahankan dengan resistensi
sebesar 5,9%. Kelebihan adefovir dibandingkan lamivudin, di samping risiko
resistennya lebih kecil juga adefovir dapat menekan YMDD mutant yang resisten
terhadap lamivudin.
J.
Pengendalian dan Pencegahan
1.
memutuskan
rantai penularan.
a.
Skrining
yang kontinyu akan adanya HBsAG terhadap donor darah akan mengurangi lebih
lanjut resiko penualaran melalui transfusi darah.
b.
Penggunaan
spuit, jarum suntik serta lanset sakali pakai dan mengenalkan system pemberian
infuse tanpa jarum menurunkan resiko penyebaran penyakit tersebut.
c.
Praktek-praktek
hygiene perorangan yang baik.
d.
Dalam
ruang laboratorium klinik, tempat kerja harus didesinfeksi setiap hari.
e.
Sarung
tangan harus dikenakan ketika menangani semua sampel darah dan cairan tubuh
selain spesimen HBsAG yang positif.
f.
Larangan
makan serta merokok dalam ruangan laboratorium atau tempat yang terkena secret
darah atau produk darah pasien.
2.
melindungi
individu yang beresiko tinggi melalui imunisasi aktif vaksin hepatitis B.
proteksi yang dihasilkan oleh vaksin hepatitis B dapat berlangsung
selama 5 hingga 7 tahun; pemeriksaan kadar anti-HBs dianjurkan dilakukan setiap
tahun untuk menentukan apakah diperlukan imunisasi ulang atau booster.
3.
imunisasi
pasif bagi individu yang tidak terlindung namun terpajan virus hepatitis B.
indikasi khusus untuk vaksinasi pasca-pajanan dengan HBIG (hepatitis
B immuneglobulin) mencakup:
a.
pajanan
atau kontak yang tidak disengaja dengan darah HBsAg positif melalui jalur
transmukosa (terkena darah di membrane mukosa) atau perkutan(tertusuk jarum
suntik yang tercemar darah).
b.
Hubungan
seksual dengan individu yang positif HBsAg.
c.
Pajanan
perinatal.
Imunisasi segera dengan HBIG, yaitu dalam waktu beberapa jam hingga
beberapa hari setel;ah terpajan hepatitis B, akan meningkatkna kemungkinan
proteksi. Iminusi aktif maupun pasif direkomendasikan untuk individu yang
terpajan HBV lewat hubungan seksual atau lewat jalur transmukosa atau perkutan.
K.
Individu yang beresiko
·
Tenaga
kesehatan yang sering terpajan darah, produk darah, atau cairan tubuh lainnya.
·
Pasien
hemodialisis
·
Pria
homoseksual atau biseksual yang aktif melakukan hubungan seksual.
·
Pemakai
obat-obatan intravena.
·
Individu
yang melakukan kontak seksual dengan karier HBV.
·
Individu
yang berpergian ke daerah yang kondisi sanitasinya buruk.
·
Heteroseksual
dengan pasangan seksual lebih dari satu.
·
Penerima
produk darah.(mis;konsentrat factor pembeku darah).
L.
Pencegahan penularan Hepatitis B
Langkah-langkah
pencegahan agar terhindar dari penyakit Hepatitis B adalah pemberian vaksin
terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi terkena virus ini, seperti
mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti pasangan/homosexual),
pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang berada didaerah rentan
banyak kasus Hepatitis B.
Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :
1.
Health
Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan
2.
Specifik
Protection, perlindungan secara khusus
3.
Early
Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit, serta
pemberian pengobatan yang tepat
4.
Usaha
membatasi cacat
5.
Usaha
rehabilitasi
Dalam upaya pencegahan infeksi Virus
Hepatitis B, sesuai pendapat Effendi dilakukan dengan menggabungkan antara
pencegahan penularan dan pencegahan penyakit.
M.
Diagnosa keperawatan:
1.
Nyeri
akut b.d kerusakan jaringan hepar ditandai dengan klien mengeluh nyeri abdomen
kurang lebih 4 hari yang lalu, ditemukan pembengkakan hati saat pemeriksaan
fisik
2.
Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan umum ditandai dengan klien mengeluh lemah, enggan untuk
bergerak
3.
Hipertermi
b.d proses inflamasi ditandai dengan klien mengeluh demam, suhu 38,70 C
Rencana keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Nyeri akut b.d pembengkakan hati ditandai dengan klien mengeluh
nyeri abdomen kurang lebih 4 hari yang lalu, ditemukan pembengkakan hati saat
pemeriksaan fisik
|
Tujuan:
Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam nyeri berkurang
KH:
-
Tidak ada keluhan nyeri
-
Ekspresi wajah ceria
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal menit
P : 16-20x/ menit S : 36 – 370 C
|
Mandiri:
1.
Kaji nyeri,
catat lokasi, karakteristik , beratnya (skala nyeri), selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat
2.
Pertahankan
istirahat dengan posisi semi fowler
3.
Berikan
aktivitas hiburan
4.
Dorong
penggunaan ketrampilan manajemen nyeri misal tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imajinasi
Kolaborasi:
1.
Berikan
analgesik sesuai indikasi
|
-
Berguna untuk
pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis
-
Menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
-
Fokus
perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping
-
Memungkinkan
pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa control
-
Menghilangkan
nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi
|
2
|
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum ditandai dengan klien
mengeluh lemah, enggan untuk bergerak
|
Tujuan:
Toleransi aktivitas setelah dilakukan askep selama
KH:
Klien mampu menunjukkan perilaku yang memampukan kembali
melakukan aktivitas, melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi
aktivitas
|
Mandiri:
1.
Tingkatkan
tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang: batasi pengunjung sesuai
keperluan
2.
Ubah posisi
dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
3.
Tingkatkan
aktivitas sesuai toleransi,bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/
aktif
4.
Awasi
terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati
Kolaborasi:
1.
Berikan
antidote atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi
2.
Berikan obat
sesuai indikasi: sedative, agen antiansietas, contoh diazepam (valium),
lorazepam (ativan)
3.
Awasi kadar
enzim hati
|
-
Meningkatkan
istirahat dan ketenangan. Aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini
menurunkan aliran darah ke kaki yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
-
Meningkatkan
fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan
-
Tirah baring
lama dapat menurunkan kemampuan
-
Menunjukkan
kurangnya resolusi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, mengganti program
terapi
-
Membuang agen
penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan jaringan
-
Membantu
dalam menejemen kebutuhan tidur
-
Membantu
menentukan kadar aktivitas tepat, sebagai peningkatan premature pada
potensial resiko berulang.
|
3
|
Hipertermi b.d proses inflamasi ditandai dengan klien mengeluh
demam, suhu 38,70 C
|
Tujuan:
Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam suhu tubuh normal 370
C
KH:
Suhu 370 C, demam hilang
|
Mandiri:
1.
Kaji adanya keluahan tanda – tanda
peningkatan suhu tubuh
2.
Monitor tanda – tanda vital terutama suhu
tubuh
3.
Berikan kompres hangat pada aksila/ dahi
|
-
Peningkatan suhu tubuh akan menujukkan
berbagai gejala seperti badan teraba hangat.
-
Demam disebabkan efek – efek dari endotoksin
pada hipotalamus dan efinefrin yang melepaskan pirogen
-
Akxila merupakan jaringan tipis dan terdapat
pembulu darah sehingga akan mempercepat proses konduksi dan dahi berada
didekat hipotalamus sehingga cepat memberikan respon dalam
mengatur suhu
tubuh.
|
DAFTAR PUSTAKA
Wijayakusuma Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal,
cetakan I, Jakarta: Pustaka Bunda
Brunner & suddarth.2002. Buku Keperawatan Medikal Bedah vol.2,
Ed 8 cetakan 1. Jakarta:EGC.
Doenges,
Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
http://www.scribd.com/doc/15786032/Askep-Klien-dengan-Hepatitis diakses tanggal 8 November 2011 pukul 8.32 WIB
http://www.wartamedika.com/2010/02/hbsag-anti-hbs-dan-hbeag-penanda.html diakses tgl 8 nov 2011 jam 05:15
Nama saya Rebecca dan sudah 2 bulan sejak dr. Iyabiye menyelamatkan saya dari hepatitis kronis b. Saya menderita penyakit itu untuk waktu yang lama, perut saya bengkak dan sakit di sekujur tubuh. Saya memanggilnya dan dia memberi saya obatnya dan setelah saya minum obat, saya sembuh. Saya di sini untuk mengucapkan terima kasih dan memberi tahu orang-orang bahwa hepatitis dapat disembuhkan. Hubungi dia di: iyabiyehealinghome@gmail.com Hubungi/whtsapp: +2348072229413
BalasHapus