Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP POLISITEMIA


DEFINISI
Polisitemia juga didefinisikan sebagai peningkatan sel darah merah yang bersirkulasi di atas kadar normal. Istilah eritrositosis sering digunakan untuk menggantikan kata  polisitemia namun terdapat perbedaan antara keduanya; eritrisitosis berhubungan  peningkatan massa sel darah merah manakala polisitemia berhubungan dengan  peningkatan jumlah sel darah merah. Biasanya orang dengan polisitemia terditeksi  melalui peningkatan kadar hemoglobin atau hematokrit yang ditemukan secara tidak  sengaja.
Polisitemia vera (PV) adalah gangguan sel induk ditandai sebagai gangguan  sumsum panhyperplastic, ganas, dan neoplastik. Gambaran yang paling menonjol dari  penyakit ini adalah mutlak massa sel darah merah tinggi karena produksi sel darah  merah yang tidak terkendali. Hal ini disertai dengan peningkatan produksi sel darah  putih (myeloid) dan platelet (megakaryocytic), yang disebabkan oleh klon abnormal  dari sel-sel induk hematopoietik dengan sensitivitas yang meningkat faktor  pertumbuhan yang berbeda untuk pematangan. Seperti diketahui pada orang dewasa  sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar dalam darah tepi diproduksi  dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70 kg akan menghasilkan 1 x  1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit setiap harinya. Di dalam sirkulasi darah tepi pasien  polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit yang menggambarkan terjadinya  peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita  (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula  peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada  populasi klonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi  leukosit dan trombosit yang berlebihan.
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1.      Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2.      Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar  eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3.      Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
ETIOLOGI
Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2).
Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan  PV membentuk coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid, dan berbagai faktor pertumbuhan.
Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin,granulosit-makrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon pertumbuhan.
FAKTOR RESIKO
1.      Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2.      Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
3.      Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO dari pada oksigen.
4.      Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5.      Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2  atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,  proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
TANDA DAN GEJALA
1.      Sakit kepala, keringat berlebihan, telinga berdengung, gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur), pusing dan vertigo. Gejala-gejala ini diduga merupakan efek dari pembuluh darah membesar dengan aliran darah lebih lambat, terjadi pada sekitar 30% pasien PV.
2.      Gatal-gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat atau mandi dengan menggunakan shower (terjadi pada beberapa pasien), terjadi pada sekitar 40% pasien PV.
3.      Erythromelalgia yang ditandai dengan eritema pada kulit, terutama pada telapak tangan, lobus telinga, hidung, dan pipi. Hal ini dapat terjadi akibat tingginya konsentrasi eritrosit dalam darah. Beberapa pasien juga mengalami rasa panas terbakar pada kaki.
4.      Tukak lambung dapat berhubungan dengan PV, dan dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal.
5.      Pembesaran limpa, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik atau menggunakan tes USG.
6.      Gout, yaitu peradangan sendi yang disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat. PV dapat memperburuk keadaan gout juga merupakan faktor resiko dari gout.
7.      Perdarahan atau memar, terjadi pada sekitar 25% pasien PV.
8.      Kehilangan berat badan

Perjalanan klinis polisitemia vera
1.      Fase eritrositik
Didapatkan suatu fase eritrositik yang menetap dimana diperlukan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal dan berlangsung selama 5-25 tahun
2.      Fase burn-out atau spent out
Penderita masuk ke dalam kondisi seperti terbakar habis, kebutuhan flebotomi sangat berkurang dan dapat terjadi anemia, lien bertambah besar, fibrosis ringan di sum-sum tulang, trombositosis, serta leukositosis biasanya menetap.
3.      Fase mielofibrosis
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinik menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia myeloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia myeloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening, dan ginjal. Biasanya terjadi pada 10% penderita
4.      Fase terminal
Kematian karena komplikasi perdarahan/thrombosis (35-50%), mielofibrosis (15% penderita), dan transformasi menjadi leukemia akut
KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan dengan komplikasi
·         Ulkus gastrikum
·         Batu ginjal
·         Bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke lengan dan tungkai.
Komplikasi Dalam keadaan lanjut,
-          postplycythemic myelofibrosis, ditandai dengan anemia dan sitopenia sel darah yang lain, perubahan morfologi eritrosit (poikolositosis, tear-drop), perubahan leukoeritroblastik pada darah tepi, limpa yang terus membesar, serta fibrosis tulang belakang.
-          fibrosis tulang belakang,
-          leukemia dan
-          penyakit akibat trombosis. Postpolycythemic myelofibrosis
-          Angina atau gagal jantung kongestif merupakan efek berbahaya akibat viskositas darah yang tinggi dan adanya platelet yang dapat menyumbat pembuluh darah koroner dan membentuk gumpalan, terjadi pada sekitar 30% pasien PV
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1.      Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2.      Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai
dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.
3.      Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Tujuannya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.      Banyak berolahraga, latihan ringan seperti jalan santai dan jogging dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi resiko penggumpalan darah. Selain itu juga dianjurkan untuk melakukan peregangan kaki dan lutut.
2.      Tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke akibat gumpalan darah.
3.      Merawat kulit dengan baik, untuk mencegah rasa gatal, mandi dengan air dingin dan segera keringkan kulit. Hindari mandi menggunakan air panas. Jangan biasakan menggaruk karena dapat menimbulkan luka dan infeksi.
4.      Menghindari temperatur yang ekstrim. Buruknya aliran darah pada penderita polisitemia vera menyebabkan tingginya resiko cedera akibat suhu panas dan dingin. Di daerah dingin, gunakan baju hangat dan lindungi terutama bagian tangan dan kaki. Untuk di daerah panas, lindungi tubuh dari sinar matahari serta perbanyak minum air.
5.      Waspada terhadap luka. Aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh, terutama di bagian tangan dan kaki. Periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi dokter apabila menderita luka atau cedera.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan polisitemia vera yang optimal masih controversial, tidak ada terapi tunggal untuk polisitemia vera. Tujuan utama terapi adalah mencegah terjadinya thrombosis. PVSG (Polycythemia Vera Study Group) merekomendasikan plebotomoi pada semua pasien yang baru didiagnosis untuk mempertahankan hematrokit <45% untuk mengontrol gejala. Unutk terapi jangka panjang ditentukan berdasarkan status klinis pasien. Setelah penemuan mutasi JAK2V617F mulailah berkembang terapi anti JAK2V617F. obat ini dapat menghambat mutasi JAK2V617F. suatu alternative anti JAK2 yang digunakan sekarang adalah Tirosin Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlontinib.
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1.      Menurunkan jumlah  dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit).
2.      Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3.      Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Prinsip pengobatan
1.      Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2.      Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3.      Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4.      Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5.      Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
·         Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala thrombosis
·         Leukositosis progresif
·         Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic
·         Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Terapi Polisitemia Vera
1.      Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.
Indikasi plebotomi: 
·         Polisitemia vera fase polisitemia.
·         Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht>55%.
·         Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung beratnya gejala yang ditimbulkan.
Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Pada Polisitemia  Vera tujuan  plebotomi adalah mempertahankan hematokrit antara 42% pada wanita dan 47% pada laki-laki,  untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Manfaat plebotomi disamping menurunkan sel darah merah juga menurunkan viskositas darah kembali normal sehingga resiko timbulnya trombosis berkurang. Terapi plebotomi sendiri tidak dapat diberikan pada semua pasien, karena pasien tua tidak dapat mentolerir plebotomi karena status kardiopulmoner. Flebotomi 500 ml dengan interval 1-3 hari (biasanya sebanyak 6-8 unit) sampai Ht <55%, kemudian flebotomi 250-500 ml/minggu, Ht dipertahankan 40-45%. Pada usia >65 tahun atau dengan kelainan kardiovaskular flebotomi 100-150 ml tiap hari atau flebotomi 500 ml disertai penggantian cairan plasma untuk mempertahankan volume intravascular.
Prosedur flebotomi:
·         Pada permulaan, plebotomi 500 cc darah 1-3 hari sampai hematokrit < 55 %, kemudian dilanjutkan plebotomi 250-500 ml/minggu, hematokrit dipertahankan  <  45 %.  Pada pasien yang berumur > 55 tahun atau penyakit vaskular aterosklerotik yang serius, plebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. Penyakit yang terkontrol memerlukan plebotomi 1-2 kali 500ml setiap 3-4 bulan. Bila plebotomi diperlukan lebih dari 1 kali dalam 3 bulan, sebaiknya dipilih terapi lain.
·         Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah,  defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan  plebotomi berulang, defisiensi besi ini diterapi dengan pemberian preparat besi.
2.      Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet)
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik  menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi.
Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit:  pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3.      Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
Indikasi penggunaan kemoterapi :
1.      Hanya untuk Polisitemia rubra primer .
2.      Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.
Trombositosis yang terbukti menimbulkan thrombosis adalah:
1.      Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
2.      Splenomegali simtomatik / mengancam ruptur limpa.
4.      Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 :
·         Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.
·         Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
5.      Pengobatan pendukung
·         Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
·         Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
·         Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
·         Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
·         Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau  tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
Obat mielosupresi untuk Polisitemia Vera
Agen
kelas
Efek samping umum
Efek samping tidak umum
Hati-hati
Hydroxyurea (hyrdia)
Antimetabolit
Anemia neutropenia, bisul mulut, hiperpigmentasi kulit, pergantian kuku
Bisul kaki, mual, diarrhea fever. Elevated liver function test results
penyakit ginjal
Recombinant interferon alfa-2b (intron A)
Myelosuppressive
Influenza-seperti gejala kelelahan, anorexia, kehilangan BB, alopecia headache, mual, insomnia, nyeri
bingung, depresi, autoimunitas, hyperlipidemia
penyakit mental, penyakit cardiovascular



Radioactive phosphorus (32P)
Radiopharmaceutical
Anemia, thrombocytopia, leucopenia, leukemia akibat pengobatan
Diarrhea fever, nausea emesis

Busulfan (myleran)
Alkylating agent
Pancytopenia hyperpigmentation, ovarian suppression
Pulmonary fibrosis, leukemia, seizure, hepatic venoocclusion
Gangguan pembekuan

Obat miolosupresi dapat menurunkan trombosis tapi penggunaannya dapat meningkatkan transformasi menjadi leukemia akut, ini merupakan dilema maka terapi yang direkomendasi adalah Hidroksiurea ditambah aspirin dosis  rendah karna Hidroksiurea dapat mencegah trombosis dan sedikit bersifat leukomogenik.
Setelah penemuan mutasi  JAK2V617F mulailah berkembang terapi anti JAK2V617F seperti yang dilaporkan tahun 2007 pada pertemuan  American Society of Hematology. Manfaat obat ini dapat melawan  JAK2V617F .Suatu alternatif anti  JAK2  terapi yang digunakan sekarang adalah  Tirosin Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlotinib. Suatu penelitian  dengan menggunakan Imatinib dosis tunggal 200-400 mg dapat menurunkan splenomegali. Sedangkan Cortes dkk menggunakan Imatinib pada 14 orang pasien Polisitemia vera, 10 orang (71%) dari 14 pasien terjadi penurunan splenomegali 30-100 %. Penelitian Jones dan kawan  - kawan pada 9 orang pasien Polisitemia Vera yang diterapi dengan Imatinib (  Tirosin Kinase Inhiditor ) 800 mg/hari efektif menurunkan penggunaan plebotomi, menurunkan trombosit, menurunkan ukuran lien. Tapi penelitian klinik penggunaan obat ini masih terbatas.
Terapi polisitemia yang direkomendasikan:
1.      Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%
2.      Aspirin dosis rendah ( jika tidak ada kontra indikasi )
3.      Terapi faktor resiko trombosis secara agresif ( perokok hipertensi hiperkolesterolemia, obesitas )
4.      Pertimbangkan sitoreduksi jika
-          Pasien tidak toleransi dengan plebotomi
-          Trombositosis
-          Spenomegali progresif
5.      Pilihan terapi sitoreduksi
-          Umur < 40 tahun – Interferon α
-          Umur > 40 tahun – Hidroksiurea
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema)
Pemeriksaan Laboratorium
1.      Eritrosit
Peningkatan 7-10 juta/mm3 kadang-kadang mencapai 12-15 juta/mm3, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat transisi ke arah metaplasia myeloid
2.      Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus Polisitemia Vera, berkisar antara 12-25.000 /mL tetapi dapat sampai 60.000 /mL.
3.      Trombosit, berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
4.      B12 serum
B12 serum dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30% kasus, dan UBBC meningkat pada > 75% kasus Polisitemia Vera.
5.      Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri eritrosit, megakariosit dan mielosit.
6.      Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl
7.      Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %
8.      Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal
9.      Leukositosis, antara 12.000-25.000/mm3
10.  Skor NAP (Neutropil Alkalin Phospatase) meningkat
11.  Volume darah total meningkat
12.  UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita.
13.  Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip 20q,13q, 11q, 7q, 6q, 5q,trisomi 8 dan trisomi 9.
14.  Serum eritropoitin,
Pada Polisitemia Vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat
15.  Hiperurikemia

Nilai hematologis polisitemia vera
Hemoglobin
>18 g/dL
Jumlah eritrosit
7-12 x 1012/L
Hematokrit
>0,55
Trombosit
>650.000 x 109L
Jumlah leukosit
>12 x 109/L disertai basofilia
Saturasi oksigen arteri biasanya normal
92%
Skor alkali fosfatase leukosit
>100
B12 serum
Meningkat

PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian data dasar
1.      Riwayat adanya penyakit yang berhubungan dengan hipoksia (penyakit paru obstruksi kronik/PPOK, penyakit jantung kronis, atau hemoglobinopati).
2.      Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
·         Peningkatan warna kulit (sering kemerah-merahan) disebabkan oleh peningkatan kadar hemoglobin
·         Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (dipsnea, batuk kronis, peningkatan tekanan darah, takikardi, sakit kepala, dan pusing) disebabkan oleh peningkatan volume darah
·         Gejala-gejala thrombosis (angina, klaudikasi intermiten, tromboplebitis) disebabkan oleh peningkatan viskositas darah
·         Splenomegali dan hepatomegali
·         Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang di akibatkan oleh hemolisis sel darah merah yang tidak matang
·         Riwayat perdarahan hidung, ekimosis atau perdarahan saluran pencernaan dari disfungsi trombosit
3.      Pemeriksaan diagnostic
·         Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan peningkatan sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih, dan trombosit. Pada pilisitemia sekumder sel darah putih dan trombosit tetap normal.
·         Alkalin fosfat leukosit meningkat
·         Kadar B12 serum meningkat
·         Kadar asam urat serum meningkat
4.      Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana tindakan.
5.      Kaji klien tentang perasaannya mengalami kondisi kronis.


DAFTAR PUSTAKA
Handayani Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Rubenstein David, dkk. Editor Safitri Amalia .2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Brunner & suddarth.2002. Buku Keperawatan Medikal Bedah vol.2, Ed 8 cetakan 1. Jakarta:EGC.
Doenges, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A & Lorraine M, Wilson. 1995. Patofosiologi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
http://internis.files.wordpress.com/2011/01/polisitemia-vera.pdf  di akses pada tanggal 23-11-2011 pukul 15.15 WIB