DIABETES
MELITUS
A. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah
tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi
(Smeltzer, 2007). Sedangkan menurut Soegondo (2009) diabetes melitus adalah
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif.
Sebagai patokan, untuk pemeriksaan
darah dalam menegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada tabel dari konsensus
pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI) tahun 2006.
|
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu
(mg/dl)
|
Plasma vena
Darah kapiler
|
< 100
< 90
|
100-199
90-199
|
≥ 200
≥ 200
|
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
|
Plasma vena
Darah kapiler
|
< 100
< 90
|
100-125
90-99
|
≥ 126
≥110
|
Sumber: Soegondo (2006)
B. Etiologi
1.
Diabetes
Tipe 1
Diabetes Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel
beta pancreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan ungkin pula lingkungan
(misalnya, infeksi virus).
a. Faktor
genetik, penderita diabetes mewarisi sutau prediposisi atau kecenderungan
genetik kearah terjadi diabetes tipe 1. Kecenderungan ini di temukan padam
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen), yang
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
b. Faktor
imunologi, adanya respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang menganggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor
lingkungan, hasil riset menyatakasn bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan dekstrusi sel beta.
2.
Diabetes
Tipe 2
Mekanisme
yang tepatnya belum diketahui, namun faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu ada pula faktor-faktor
resiko tertentu, di antaranya:
a. Usia (resistensi cenderung meningkat
pada > 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik/ ras
Sedangkan secara umum faktor resiko
terhadap DM, yaitu:
a. Kelompok
usia dewasa tua ( > 45 tahun )
b. Kegemukan
{BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
c. Tekanan
darah tinggi (> 140/90 mmHg)
d. Riwayat
keluarga DM
e. Riwayat
DM pada kehamilan
f. Dislipidemia
(HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
g. Pernah
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)
C. Tipe
Diabetes Melitus
Menurut Riyadi (2007) klasifikasi diabetes melitus antara
lain:
1.
Diabetes Tipe 1: Insulin
Dependent DiabetesMellitus (IDDM)
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal
dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena
kerusakan sel β pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah
mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih
cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe
1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian
kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1
idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun,
tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.
2.
Diabetes tipe II: Diabetes melitus
tidak tergantung insulin (Non Insulin DependentDiabetes Mellitus
[NIDDM]).
Diabetes
Melitus
tipe 2 merupakan 90% dari kasaus DM. Pada diabetes ini terjadi penurunan
kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer/ penurunan sensitivitas terhadap insulin
(insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak
mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance.
Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal
dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada
usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga
penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
3.
Diabetes Melitus tipe lain
Diabetes
Melitus di
mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan
genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s, akromegali),
penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat
yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik
(Down’s, Klinefelter’s).
4.
Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional
Diabetes Mellitus [GDM])
Diabetes Mellitus dan kehamilan (Gestational
Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan
peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia).
Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini
meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia,
dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin
lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM
kira-kira 3-5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di
masa mendatang.
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang
dialami oleh Ibu:
a. Ibu
tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. Ibu
mengalami/menderita DM saat hamil.
Berikut ini penjelasan lebih terperinci
mengenai macam-macam diabetes:
Klasifikasi sekarang
|
Klasifikasi sebelumnya
|
Ciri-ciri klinik
|
Tipe I:
diabetes
melitus tergantung insulin (IDDM) (5%- 10%
dari seluruh penderita diabetes)
|
Diabetes
juvenilis
juvenile- onset diabetes-
Diabetes
cenderung- ketosis brittle diabetes.
|
-
Awitan terjadi
pada segala usia, tetapi biasanya usia muda <30 tahun
-
Biasanya
bertubuh kurus pada saat di diagnosis; dengan penurunan berat badan yang baru
saja terjadi
-
Etiologi mencakup
faktor genetik, imonologi atau lingkungan (misalnya, virus)
-
Sering
memiliki antibodi sel pulau langerhans
-
Sering
memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin
-
Sedikit atau
tidak memiliki insulin endogen
-
Memerlukan
insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
-
Memerlukan
insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup
-
Cenderung
mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
-
Komplikasi
akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik
|
Tipe II:
diabetes
melitus tidak tergantung insulin (NIDDM) (90% - 95% dari seluruh penyandang
diabetes. Obese: 80% dari tipe II; nonobese: 20% dari tipe II)
|
Diabetes
awitan dewasa
Maturity- onset diabetes
Diabetes
resisten – ketosis
Diabetes
stabil (stable diabetes)
|
-
Awitan terjadi
disegala usia, biasanya diatas 30 tahun
-
Biasanya
bertubuh gemuk (obese) pada saat didiagnosis
-
Etioilogi
mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan
-
Tidak ada
antibodi sel pulau langerhans
-
Penurunan
produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin
-
Mayoritas
penderita obesitas bisa mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui
penurunan berat badan
-
Agens
hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar gula darah bila modifikasi diet dan
latihan tidak berhasil
-
Mungkin
memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah
hiperglikemia
-
Ketosis jarang
terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi
-
Kompllikasi
akut: hiperosmoler nonketotik
|
Diabetes
melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
|
Diabetes sekunder
|
-
Disertai
dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit:
pankreatitis; kelainan hormonal; obat-obat seperti gliko kortikoid dan
preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes.
-
Bergantung
pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin ; pasien mungkin
memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.
|
Diabetes
gestasional
|
Diabetes
gestasional
|
-
Awitan selama
kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga
-
Disebabkan
oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin
-
Risiko
terjadinya komplikasi perinatal di atas normal, khususnya makrosomia (bayi
yang secara abnormal berukuran besar)
-
Diatasi dengna
diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat kadar
glukosa dalam darah
-
Terjadi pada
sekitar 2%- 5% dari seluruh kehamilan
-
Intoleransi
glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali:
·
Pada kehamilan
berikutnya
·
30%-40% akan
mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe II) dalam waktu 10 tahun
(khususnya jika obesitas)
-
Faktor risiko
mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga,
pernah melahirkan bayi yang besar (llebih dari 4 ½ kg)
-
Pemeriksaan
skrining (tes ttoleransi glukosa) harus dilakukan pada SEMUA wanita hamil
dengan usia kehamilan antara 24 hingga 28 minggu
|
D. Manifestasi
klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus
menurut Riyadi (2007) yaitu:
1.
Poliuria
(peningkatan pengeluaran urin)
2.
Polidipsi
(peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi ekstrasel mengikuti dehidrasi
intrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormon) dan menimbulkan rasa haus.
3.
Rasa lelah dan
kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes melitus lama,
katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
4.
Polifagia
(peningkatan rasa lapar)
5.
Peningkatan
angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6.
Kelainan kulit
seperti gatal-gatal
7.
Kesemutan
akibat neuropati. Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan
mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
8.
Kelemahan
tubuh yang terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan
oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
9.
Luka yang
tidak sembuh-sembuh. Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. pada penderita DM bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang digunakan untuk
penggantian jaringan rusak mengalami gangguan. Selain itu juga luka yang sulit
sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita DM.
10.
Mata kabur
disebabkan karena gangguan refraksi akibat pada lensa oleh karena hiperglikemia,
mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.
E. Patofisiologi
(Terlampir)
F. Komplikasi
1. Komplikasi
akut Diabetes
a. Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah dimana kadar
glukosa darah dibawah 50 hingga 60 mg/dL (2.7 – 3.3 mmol/L). Terjadi karena
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas yang berat.
Gejalanya:
-
Gejala
adrenergik, terjadi bila hipoglikemia ringan kemudian menstimulasi system saraf
simpatik. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah dapat menyebabkan gejala seperti
perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.
-
Gejala sistem
saraf pusat, terjadi bila hipoglikemia sedang. Penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Di tandai dengan gangguan fungsi pada SSPseperti ketidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa
di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi,
perubahan emosional, perilaku tidak rasional, penghilatan ganda, perasaan ingin
pingsan.
Pada hipoglikemia berat, manifestasi terganggunya fungsi
SSP di tandai diorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, atau
bahkan kehilangan kesadaran. Penanganan, rekomendasi biasanya berupa pemberian
10 – 15 gram gula yang bekerja cepat.
b. Diabetes
Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolism karbohidrat, protein, dan lemak.
Penyebab
utamanya antara lain:
-
Insulin tidak
diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
-
Keadaan sakit
atau infeksi
-
Manifestasi
pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
Gejalanya: poliuri, polidipsi, penglihatan kabur, kelemahan penapasan
kussmaul dan sakit kepala. Pada penurunan volume intravascular terjadi
hipotensi ortostatik, denyut nadi lemah dan cepat. Selain itu pada GI adalah
anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.
Penanganan, diarahkan pada tiga masalah utama, yaitu:
-
Dehidrasi.
Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi
jaringan.
-
Kehilangan
elektrolit. Masalah elektrolit yang biasanya terjadi adalah kalium. Berikan 40
mEq kalium/ jam (yamh ditambahkan ke dalam cairan infus) mungkin diperlukan
selama beberapa jam.
-
Asidosis.
Penambahan insulin untuk untuk menurunkan akumulasi badan keton yang merupakan
pemecahan lemak.
c.
Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar
Nonketotik (HHNK)
Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran. Penyebab, sakit yang akut (pneumonia, infark miokard
stroke), konsumsi obat-obatan yang diketahui akan menimbulkan insufisiensi
insulin, atau prosedur terapeutik (hemodialisis, nutrisi parenteral total). Gejalanya,
hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering, turgor kulit jelek),
takikardi, tanda-tanda neurologis (perubahan sensori, kejang-kejang,
hemiperesis). Penanganan, yaitu pendekatan serupa pada diabetes ketoasidosis
(cairan, elektrolit, dan insulin).
2. Komplikasi
Jangka Panjang Diabetes
a. Penyakit
Makrovaskular
Perubahan aterosklerotik dalam pembluh besar sering terjadi pada diabetes.
Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi
aterosklerotik.
-
Penyakit
Arteri Koroner, perubahan aterosklerotik menyebabkan peningkatan insiden infark
miokard pada penderita diabetes. Tetapi tidak terjadi gejala iskemik yang khas,
karena disebabkan neuropati otonom. Meskipun masih bisa di dapatkan melalui
pemeriksaan elektrokardiogram.
-
Penyakit
serebrovaskuler, perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan embolus di tempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian
terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat
menimbulkan srangan iskemia sepintas (TIA = Transient ischemic attack) dan
stroke.
-
Penyakit
Vaskuler Perifer, perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insidens penyakit oklusif arteri
perifer pada pasien diabetes.
b. Penyakit
Mikrovaskular
Penyakit Mikrovaskular diabetic (atau mikroangiopati) ditandai oleh
penebalan membrane basalis yang mengelilingi sel-sel endotel pembuluh kapiler.
Ada dua tempat tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius,
yaitu mikrosirkulasi retina mata (Retinopati Diabetik) dan ginjal (nefropati).
Selain itu komplikasi oftamologi yang lain seperti katarak, perubahan lensa,
hipoglikemia, kelumpuhan otot ekstraokuler, glaukoma.
c. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom,
spinal. Neuropati diabetic yang sering dijumpai adalah polineuropati sensorik
dan neuropati otonom. Gejala yang ditemui pada polineuropati sensorik adalah
parestesia (perasaan tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan
rasa terbakar (khususnya pada malam hari), semakin parah maka kaki terasa baal
(mati rasa), penurunan fungsi proprioseptif dan penurunan sensibilitas nyeri
dan suhu. Sedangkan gejala yang ditemui pada neuropati otonom mengakibatkan
disfungsi yang mengenai hampir seluruh sistem organ tubuh. Kardiovaskular (takikardia,
hipotensi ortostatik, infark miokard), GI (mual, muntah, kembung, pewrasaan
cepat kenyang, dan konstipasi atau diare), Urinarius (retensi urin, penurunan
kemampuan merasakan kandung kemih yang penuh), Kelenjar Adrenal (Hipoglycemic
Unawareness), Neuropati sudomotorik (tidak adanya atau berkurangnya pengeluaran
keringat), disfungsi seksual (impotensi).
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi
dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob. Patogenesis dari ulkus diabetikum dapat digambarkan sebagai
berikut:
Sedangkan
untuk tahapan ulkus diabetikum pada kaki adalah sebagai berikut:
G. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang secara rutin dilakukan pada
penderita diabetes adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk mengetahui
apakah terdapat luka ulkus maka dilakukan pemeriksaan:
1.
Pemeriksaan
Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau
hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
2.
Pemeriksaan
Penunjang : pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika
menjadi infeksi dan untuk menentukan kuman penyebabnya.
Selain itu terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memantau komplikasi diabetes melitus yaitu:
1.
Pemeriksaan
Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi
nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang
dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan
kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di
urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit. Mikroalbuminuria
ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi
maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang
ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga
perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat. Pengukuran mikroalbuminuria
secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination
inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat
sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial
Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent
assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki
presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan
antibodi terhadap human albumin.Sampel yang digunakan untuk pengukuran
ini adalah sampel urine 24 jam. Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Mikroalbuminuria: Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria,
yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200
mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).
2.
Pemeriksaan
untuk komplikasi aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi
aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density
lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol
(HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan
profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika
tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah
makan).
3.
Pemeriksaan
untuk Komplikasi Lainnya
Pemeriksaan lainnya untuk melihat
komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya
infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM. Untuk pemeriksaan laboratorium
infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur
urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah
pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan
insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk
melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan
elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan
elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan
adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam
laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain
itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya
HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.
H. Penatalaksanaan
Tujuan
umum terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai glukosa
darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas klien. Menurut Smeltzer (2007), ada empat komponen dalam pelaksanaan
diabetes.
1.
Diet dan
pengendalian berat badan. Merupakan dasar dari penetalaksanaan diabetes.
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut:
a.
Memberikan semua
unsur makanan esensial seperti vitamin, mineral
b.
Mencapai dan
mempertahankan berat badan yang sesuai
c.
Memenuhi
kebutuhan energi
d.
Mencegah
fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa
darah mendekati normal
e.
Menurunkan kadar
lemak darah jika kadar ini meningkat
Standar yang dianjurkan makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut:
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
2. Latihan
Latihan sangat penting
dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin.
3. Penyuluhan
diet. Membahas pentingnya
konsistensi atau kontinuitas pada kebiasaan makanan dan insulin, dan adanya
rencana makan (meal plan) yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Memfokuskan perhatian pada keterampilan penatalaksanaan yang lebih mendalam
seperti di restoran, membaca label makanan dan menyesuaikan rencana makan untuk
keperluan latihan, dalam keadaan sakit serta berbagai kejadian khusus. Perawat
memegang peranan yang penting dalam mengkomunikasikan informasi yang tepat
kepada ahli diet dan menambah pemahaman pasien.
4.
Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dapat
digunakan adalah golongan:
1) Sulfonilurea
Cara kerja obat golongan ini :
- Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pancreas.
- Meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel
lemak.
- Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimuli insulin
transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak.
- Penurunan produksi glukosa oleh hati.
- Cara kerja pada umunya melalui suatu alur kalsium yang sensitif terhadap
ATP.
2)
Glinid
Glinid merupakan obat generasi
baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi
insulin fase pertama.
3)
Biguanid
Biguanid tidak
merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah sampai normal
(euglikemia) serta tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
4)
Thiazolidindion / Glitazon.
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
pen-transport glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.