Minggu, 06 April 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS


DIABETES MELITUS
A.  Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Smeltzer, 2007). Sedangkan menurut Soegondo (2009) diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Sebagai patokan, untuk pemeriksaan darah dalam menegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada tabel dari konsensus pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006.


Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
Plasma vena

Darah kapiler
< 100

< 90
100-199

90-199
200

200
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Plasma vena

Darah kapiler
< 100

< 90
100-125

90-99
126

≥110
Sumber: Soegondo (2006)
B.  Etiologi
1.    Diabetes Tipe 1
Diabetes Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan ungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus).
a.    Faktor genetik, penderita diabetes mewarisi sutau prediposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadi diabetes tipe 1. Kecenderungan ini di temukan padam individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen), yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b.    Faktor imunologi, adanya respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang menganggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.    Faktor lingkungan, hasil riset menyatakasn bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan dekstrusi sel beta.

2.    Diabetes Tipe 2
Mekanisme yang tepatnya belum diketahui, namun faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu ada pula faktor-faktor resiko tertentu, di antaranya:
a.    Usia (resistensi cenderung meningkat pada > 65 tahun)
b.    Obesitas
c.    Riwayat keluarga
d.   Kelompok etnik/ ras
Sedangkan secara umum faktor resiko terhadap DM, yaitu:
a.    Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
b.    Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
c.    Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
d.   Riwayat keluarga DM
e.    Riwayat DM pada kehamilan
f.     Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
g.    Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau  GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
C.  Tipe Diabetes Melitus
Menurut Riyadi (2007) klasifikasi diabetes melitus antara lain:
1.    Diabetes Tipe 1: Insulin Dependent DiabetesMellitus (IDDM)
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel β pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.
2.    Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin DependentDiabetes Mellitus [NIDDM]).
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan 90% dari kasaus DM. Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer/ penurunan sensitivitas terhadap insulin (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
3.    Diabetes Melitus tipe lain
Diabetes Melitus di mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).
4.    Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM])
Diabetes Mellitus dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3-5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh Ibu:
a.    Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b.    Ibu mengalami/menderita DM saat hamil.


Berikut ini penjelasan lebih terperinci mengenai macam-macam diabetes:
Klasifikasi sekarang
Klasifikasi sebelumnya
Ciri-ciri klinik
Tipe I:
diabetes melitus tergantung insulin (IDDM) (5%- 10%  dari seluruh penderita diabetes)
Diabetes juvenilis
juvenile- onset diabetes-
Diabetes cenderung- ketosis brittle diabetes.
-        Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda <30 tahun
-        Biasanya bertubuh kurus pada saat di diagnosis; dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi
-        Etiologi mencakup faktor genetik, imonologi atau lingkungan (misalnya, virus)
-        Sering memiliki antibodi sel pulau langerhans
-        Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin
-        Sedikit atau tidak memiliki insulin endogen
-        Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
-        Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup
-        Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
-        Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik
Tipe II:
diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM) (90% - 95% dari seluruh penyandang diabetes. Obese: 80% dari tipe II; nonobese: 20% dari tipe II)
Diabetes awitan dewasa
Maturity- onset diabetes
Diabetes resisten – ketosis
Diabetes stabil (stable diabetes)
-        Awitan terjadi disegala usia, biasanya diatas 30 tahun
-        Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat didiagnosis
-        Etioilogi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan
-        Tidak ada antibodi sel pulau langerhans
-        Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin
-        Mayoritas penderita obesitas bisa mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat badan
-        Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar gula darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil
-        Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemia
-        Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi
-        Kompllikasi akut: hiperosmoler nonketotik

Diabetes melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
Diabetes sekunder
-        Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis; kelainan hormonal; obat-obat seperti gliko kortikoid dan preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes.
-        Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin ; pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.

Diabetes gestasional
Diabetes gestasional
-        Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga
-        Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin
-        Risiko terjadinya komplikasi perinatal di atas normal, khususnya makrosomia (bayi yang secara abnormal berukuran besar)
-        Diatasi dengna diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat kadar glukosa dalam darah
-        Terjadi pada sekitar 2%- 5% dari seluruh kehamilan
-        Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali:
·         Pada kehamilan berikutnya
·         30%-40% akan mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe II) dalam waktu 10 tahun (khususnya jika obesitas)
-        Faktor risiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (llebih dari 4 ½ kg)
-        Pemeriksaan skrining (tes ttoleransi glukosa) harus dilakukan pada SEMUA wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24 hingga 28 minggu


D.  Manifestasi klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut Riyadi (2007) yaitu:
1.    Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
2.    Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi ekstrasel mengikuti dehidrasi intrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormon) dan menimbulkan rasa haus.
3.    Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes melitus lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
4.    Polifagia (peningkatan rasa lapar)
5.    Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6.    Kelainan kulit seperti gatal-gatal
7.    Kesemutan akibat neuropati. Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
8.    Kelemahan tubuh yang terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
9.    Luka yang tidak sembuh-sembuh. Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. pada penderita DM bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang digunakan untuk penggantian jaringan rusak mengalami gangguan. Selain itu juga luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.
10.     Mata kabur disebabkan karena gangguan refraksi akibat pada lensa oleh karena hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.
E.  Patofisiologi
(Terlampir)
F.   Komplikasi 
1.    Komplikasi akut Diabetes
a.    Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah dimana kadar glukosa darah dibawah 50 hingga 60 mg/dL (2.7 – 3.3 mmol/L). Terjadi karena pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas yang berat.
Gejalanya:
-       Gejala adrenergik, terjadi bila hipoglikemia ringan kemudian menstimulasi system saraf simpatik. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah dapat menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.
-       Gejala sistem saraf pusat, terjadi bila hipoglikemia sedang. Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Di tandai dengan gangguan fungsi pada SSPseperti ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku tidak rasional, penghilatan ganda, perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, manifestasi terganggunya fungsi SSP di tandai diorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, atau bahkan kehilangan kesadaran. Penanganan, rekomendasi biasanya berupa pemberian 10 – 15 gram gula yang bekerja cepat.
b.   Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolism karbohidrat, protein, dan lemak.
Penyebab utamanya antara lain:
-       Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
-       Keadaan sakit atau infeksi
-       Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
Gejalanya: poliuri, polidipsi, penglihatan kabur, kelemahan penapasan kussmaul dan sakit kepala. Pada penurunan volume intravascular terjadi hipotensi ortostatik, denyut nadi lemah dan cepat. Selain itu pada GI adalah anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.
Penanganan, diarahkan pada tiga masalah utama, yaitu:
-       Dehidrasi. Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi jaringan.
-       Kehilangan elektrolit. Masalah elektrolit yang biasanya terjadi adalah kalium. Berikan 40 mEq kalium/ jam (yamh ditambahkan ke dalam cairan infus) mungkin diperlukan selama beberapa jam.
-       Asidosis. Penambahan insulin untuk untuk menurunkan akumulasi badan keton yang merupakan pemecahan lemak.
c.    Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Penyebab, sakit yang akut (pneumonia, infark miokard stroke), konsumsi obat-obatan yang diketahui akan menimbulkan insufisiensi insulin, atau prosedur terapeutik (hemodialisis, nutrisi parenteral total). Gejalanya, hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi, tanda-tanda neurologis (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiperesis). Penanganan, yaitu pendekatan serupa pada diabetes ketoasidosis (cairan, elektrolit, dan insulin).
2.    Komplikasi Jangka Panjang Diabetes
a.    Penyakit Makrovaskular
Perubahan aterosklerotik dalam pembluh besar sering terjadi pada diabetes. Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik.
-       Penyakit Arteri Koroner, perubahan aterosklerotik menyebabkan peningkatan insiden infark miokard pada penderita diabetes. Tetapi tidak terjadi gejala iskemik yang khas, karena disebabkan neuropati otonom. Meskipun masih bisa di dapatkan melalui pemeriksaan elektrokardiogram.
-       Penyakit serebrovaskuler, perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan srangan iskemia sepintas (TIA = Transient ischemic attack) dan stroke.
-       Penyakit Vaskuler Perifer, perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insidens penyakit oklusif arteri perifer pada pasien diabetes.
b.   Penyakit Mikrovaskular
Penyakit Mikrovaskular diabetic (atau mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membrane basalis yang mengelilingi sel-sel endotel pembuluh kapiler. Ada dua tempat tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius, yaitu mikrosirkulasi retina mata (Retinopati Diabetik) dan ginjal (nefropati). Selain itu komplikasi oftamologi yang lain seperti katarak, perubahan lensa, hipoglikemia, kelumpuhan otot ekstraokuler, glaukoma.
c.    Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, spinal. Neuropati diabetic yang sering dijumpai adalah polineuropati sensorik dan neuropati otonom. Gejala yang ditemui pada polineuropati sensorik adalah parestesia (perasaan tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari), semakin parah maka kaki terasa baal (mati rasa), penurunan fungsi proprioseptif dan penurunan sensibilitas nyeri dan suhu. Sedangkan gejala yang ditemui pada neuropati otonom mengakibatkan disfungsi yang mengenai hampir seluruh sistem organ tubuh. Kardiovaskular (takikardia, hipotensi ortostatik, infark miokard), GI (mual, muntah, kembung, pewrasaan cepat kenyang, dan konstipasi atau diare), Urinarius (retensi urin, penurunan kemampuan merasakan kandung kemih yang penuh), Kelenjar Adrenal (Hipoglycemic Unawareness), Neuropati sudomotorik (tidak adanya atau berkurangnya pengeluaran keringat), disfungsi seksual (impotensi).
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Patogenesis dari ulkus diabetikum dapat digambarkan sebagai berikut:
Sedangkan untuk tahapan ulkus diabetikum pada kaki adalah sebagai berikut:
G. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang secara rutin dilakukan pada penderita diabetes adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk mengetahui apakah terdapat luka ulkus maka dilakukan pemeriksaan:
1.    Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
2.    Pemeriksaan Penunjang : pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan untuk menentukan kuman penyebabnya.
Selain itu terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memantau komplikasi diabetes melitus yaitu:
1.    Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat. Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria: Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).
2.    Pemeriksaan untuk komplikasi aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).
3.    Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya
Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM. Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.
H.  Penatalaksanaan
Tujuan umum terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas klien. Menurut Smeltzer (2007), ada empat komponen dalam pelaksanaan diabetes.
1.    Diet dan pengendalian berat badan. Merupakan dasar dari penetalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a.    Memberikan semua unsur makanan esensial seperti vitamin, mineral
b.    Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c.    Memenuhi kebutuhan energi
d.   Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal
e.    Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Standar yang dianjurkan makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat       : 60-70%
Protein               : 10-15%
Lemak                : 20-25%
2.    Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
3.    Penyuluhan diet. Membahas pentingnya konsistensi atau kontinuitas pada kebiasaan makanan dan insulin, dan adanya rencana makan (meal plan) yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Memfokuskan perhatian pada keterampilan penatalaksanaan yang lebih mendalam seperti di restoran, membaca label makanan dan menyesuaikan rencana makan untuk keperluan latihan, dalam keadaan sakit serta berbagai kejadian khusus. Perawat memegang peranan yang penting dalam mengkomunikasikan informasi yang tepat kepada ahli diet dan menambah pemahaman pasien.
4.    Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dapat digunakan adalah golongan:
1)   Sulfonilurea
Cara kerja obat golongan ini :
-       Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.
-       Meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak.
-       Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimuli insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak.
-       Penurunan produksi glukosa oleh hati.
-       Cara kerja pada umunya melalui suatu alur kalsium yang sensitif terhadap ATP.
2)   Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
3)   Biguanid
Biguanid tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah sampai normal (euglikemia) serta tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
4)   Thiazolidindion / Glitazon.
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pen-transport glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.